BMKG Benarkan Ada Retakan Baru di Gunung Anak Krakatau

Dia menegaskan, ini berpotensi untuk menjadi longsor jika ada tremor atau getaran saat erupsi.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 03 Jan 2019, 08:26 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2019, 08:26 WIB
Begini Penampakan Erupsi Gunung Anak Krakatau
Aktivitas Gunung Anak Krakatau dari udara yang terus mengalami erupsi, Minggu (23/12). Gunung Anak Krakatau tercatat mengalami erupsi pada Sabtu malam sekitar pukul 21.03 (Liputan6.com/Pool/Susi Air)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), membenarkan adanya retakan baru di Gunung Anak Krakatau yang berada di kawasan Selat Sunda, Banten. Hal ini terdeteksi dari foto udara.

"Retakan terdeteksi dari foto udara, terlihat memanjang ke arah utara-sekatan pada lereng kawah gunung di sisi selatan," ucap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kepada Liputan6.com, Rabu (2/1/2019).

Dia menegaskan, ini berpotensi untuk menjadi longsor jika ada tremor atau getaran Krakatau saat erupsi. Meskipun luas areanya relatif kecil.

"Berpotensi untuk berkembang menjadi longsor atau runtuhan bawah laut bila terjadi tremor saat erupsi nantinya. Karena luas area dan volume yang akan longsor relatif kecil, maka diperkirakan potensi tsunami yang ditimbulkan juga lebih kecil," jelas Dwikorita.

Namun, berdasarkan data Badan Geologi, aktivitas erupsi sudah menurun. Bahkan, zona kewaspadaan tsunami juga sudah berkurang.

"Menurut PVMBG-Badan Geologi, aktivitas erupsi sudah menurun, tapi levelnya masih tetap siaga. Sehingga zona kewaspadaan untuk potensi tsunami juga menurun hingga dalam radius 500 meter dari tepi pantai," pungkas Dwikorita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sensor Dampak Erupsi

Sementara itu, BMKG telah memasang sensor water level dan sensor curah hujan untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut.

Alat tersebut dipasang di Pulau Sebesi di Selat Sunda dan bisa melaporkan langsung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG.

BMKG menjelaskan perlunya memahami penyebab tidak munculnya peringatan saat terjadi tsunami di Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember 2018 malam lalu.

Pascabencana 22 Desember 2018 tersebut, BMKG merintis sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng Gunung Anak Krakatau yang dinamai Indonesia Seismic Information System (InaSEIS). Sistem ini beroperasi di Selat Sunda berbasis pemantauan intensitas gempa skala lokal.

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, hingga saat ini di dunia belum ada sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng vulkanik. Namun, BMKG merancang permodelan mandiri.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya