Pemuda Muhammadiyah: Politik Baper Tak Beda dengan Film Cinta

Pascademokrasi seharusnya politik tumbuh dari pemikiran, bukan perasaan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 04 Apr 2019, 20:53 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2019, 20:53 WIB
Sejumlah Narasumber dalam Diskusi Pilpres dan Politisasi Simbol Agama. (Foto: Fachrur Rozie/Liputan6.com)
Sejumlah Narasumber dalam Diskusi Pilpres dan Politisasi Simbol Agama. (Foto: Fachrur Rozie/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah, Dzul Fikar Ahmad Tawalla menyebut baiknya politik tak dibawa perasaan. Menurut dia, jika politik dibawa ke perasaan, maka akan melahirkan emosi.

"Ruang politik kita harusnya dibawa ke ruang ekspresi pemikiran, bukan perasaan. Kalau dibawa ke ruang perasaan apa bedanya politik dengan film-film cinta," ujar Dzul dalam diskusi Pilpres dan Politisasi Simbol Agama di Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).

Dzul merasa aneh, peradaban politik zaman sekarang justru kian mundur dibanding peradaban politik pada zaman sebelumnya. Menurut Dzul, pascademokrasi seharusnya politik tumbuh dari pemikiran, bukan perasaan.

"Yang membuat simbolisasi agama marak karena ruang politik digiring ke ruang perasaan. Sehingga tak ada dialektika di sana. Kita harap politik saat ini membawa kita ke peradaban yang maju," kata dia.

Sementara Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU Rumadi Ahmad berharap masyarakat Indonesia mampu membedakan mana yang benar-benar urusan keagamaan dan politik.

"Lemahnya kita, masyarakat ini terbawa arus yang membawa simbol agama sebagai sumber legitimasi karena kita tak bisa pisahkan dan bedakan. Paling tidak masyarakat diberi wawasan mana untuk membedakan persoalan politik dan agama," kata Rumadi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya