Mengapa Pemilu di Luar Negeri Banyak Masalah?

Anggota Bawaslu Mohammad Afifuddin mengatakan, penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) luar negeri dianggap lebih rumit dibanding yang di dalam negeri.

diperbarui 30 Apr 2019, 08:28 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2019, 08:28 WIB
Jokowi-Ma'ruf Unggul di Washington DC
Petugas KPPS Luar Negeri bersama pengawas dan saksi melakukan penghitungan surat suara Pemilu 2019 yang dikirimkan melalui pos maupun yang dicoblos langsung di TPS, di KBRI Washington DC, Kamis (18/4). Jokowi meraih 1113, sementara pasangan Prabowo-Sandi meraih 352 suara. (Liputan6.com/HO/Butet)

Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mohammad Afifuddin mengatakan, penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) luar negeri dianggap lebih rumit dibanding yang di dalam negeri.

Pasalnya, banyak dari WNI di luar negeri yang bekerja sebagai buruh migran atau pekerja domestik tidak dapat menunjukkan paspornya. Salah satunya karena paspor dan dokumen lainnya ditahan oleh bos yang mempekerjakannya. Sementara, paspor diperlukan untuk mendata DPT.

"Tidak semua majikan itu kooperatif atas situasi yang diinginkan," kata Afif dalam diskusi "Tantangan Pemilu RI 2019 di Luar Negeri" di Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).

Kondisi itu banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah, begitu juga di Asia. Termasuk soal adanya mahasiswa Indonesia di luar negeri, yang berpindah-pindah juga menjadi hambatan lain saat pemilu.

Seperti di London, awalnya memiliki DPT sekitar 3.000, namun setelah dilakukan pengecekan ulang, angka tersebut bertambah.

"Setelah kita cek, malah datanya bertambah besar. Jadi sekitar ada 7.000 mahasiwa. Katanya ini dampak dari banyaknya mahasiswa yang kemudian lebih memilih sekolah di Inggris begitu," pungkas Afif.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya