Pindahkan Ibu Kota, Jokowi Harus Revisi 9 Undang-Undang

Ada 9 Undang-undang yang harus direvisi oleh pemerintah apabila ingin memindahkan Ibu Kota negara.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 15 Mei 2019, 06:43 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 06:43 WIB
Pertumbuhan Gedung Tinggi Di Jakarta
Suasana pertumbuhan gedung bertingkat dan pemukiman padat penduduk di kawasan Jakarta, Kamis (2/5/2019). The Skyscraper Center mencatat pertumbuhan gedung tinggi di ibu kota terus meningkat dengan jumlah saat ini mencapai 382 gedung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Plt Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik menyebut, ada 9 beleid yang perlu diubah oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi apabila ingin memindahkan Ibu Kota negara.

Menurut Akmal, proses perubahan Undang-undang itu mengikuti langkah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Kami mencatat kurang lebih ada 9 UU yang akan kita ubah, revisi, dan sebagainya. Tapi itu mengikuti nanti kajian teknis yang akan dilakukan Bappenas," kata dia dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019.

Akmal mengatakan, 9 undang-undang tersebut adalah UU Nomor 29 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta, UU tentang Pemda, UU tentang Pilkada, UU tentang Pengadaan Tanah untuk Ibu Kota, UU tentang Pengadaan Tanah untuk Kawasan Strategis, dan UU Tata Ruang. Lalu UU yang akan jadi sendiri Ibu Kota itu sendiri, dan UU tentang lingkungan.

Selain Itu, Akmal memihat calon Ibu Kota memiliki dua opsi, yakni administratif dan otonom. Namun menurut dia, ibu kota baru lebih cocok dijadikan daerah administratif.

"Kalau daerah otonom kan masih ada aktivitas politik, dan sebagainya. (Karena) ada DPRD juga," kata dia.

Terakhir, Akmal berpandangan Jakarta sebagai Ibu Kota saat ini memang laik dipindahkan. "Pindah ibu kota ini amanah sejak dulu (masa Presiden Sukarno). Tapi waktu itu ada Asean Games. Di Jawa juga sudah padat, 57 persen penduduk Indonesia di Jawa semua jadi itu aspek pertimbangan ibu kota," kata Akmal.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Masuk RPJMN 2020-2024

Bulan Ramadan, Kemacetan di Ibukota Terjadi Lebih Awal
Kendaraan terjebak kemacetan saat melintas di Jalan KH Abdullah Syafei, Jakarta, Selasa (14/5). Tingginya antusias warga yang ingin berbuka puasa di rumah selama Ramadan menyebabkan sejumlah ruas jalan di Ibu Kota mengalami kemacetan lebih awal. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, rencana pemindahan ibu kota masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Dengan masuknya pemindahan ibu kota dalam RPJMN, pembangunan ibu kota baru akan ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

"Yang pasti ibu kota baru ini sudah masuk RPJMN 2020-2045, pelaksanaannya kapan akan disesuaikan dengan RKP," terangnya di Jakarta, Kamis 9 Mei 2019.

Rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta telah direncanakan sejak lama oleh pemerintah. Adapun rencana pemindahan ibu kota ini baru bisa dilakukan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.

"Nanti ketika sudah jelas kapan pelaksanaannya, akan kita lakukan penyesuaian untuk masuk RKP pada tahun bersangkutan tapi sudah masuk RPJMN 5 tahun kedepan," ucapnya.

Sebagai informasi, sebelumnya Bappenas mengungkapkan estimasi biaya yang dikeluarkan untuk pemindahan ibu kota negara yakni Rp 466 triliun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya