Bantah Pantau Grup Whatsapp, Polri: Kita Hargai Privasi Orang Lain

Penyidik baru akan menembus privasi dalam Whatsapp, baik itu percakapan pribadi ataupun grup jika ada tindak pidana yang tampak.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Jun 2019, 17:24 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2019, 17:24 WIB
WhatsApp
WhatsApp. telegraph.co.uk

Liputan6.com, Jakarta - Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, pemantauan grup dalam aplikasi percakapan privasi seperti Whatsapp ataupun yang sejenisnya tidak akan dilakukan pihak kepolisian. Hal itu lantaran menyinggung ranah pribadi.

"Kita hargai privasi seseorang. Kalau enggak melanggar hukum, ya ngapain," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Menurut Dedi, penyidik baru akan menembus privasi dalam Whatsapp, baik itu percakapan pribadi ataupun grup jika ada tindak pidana yang tampak dan dibuka ke publik.

"Jadi nggak ada mantau Whatsapp ya. Secara teknis, Dirsiber bekerja sama dengan Kominfo dan BSSN secara periodik melalukan patroli siber. Ketika menemukan suatu akun penyebar konten hoaks, diingatkan. Kalau misalkan dia masif, baru dilakukan penegakan hukum," jelas dia.

Dalam upaya penegakan hukum itu, barang bukti pun dikumpulkan. Termasuk menyidik berbagai capture konten yang sengaja dibuka ke publik lewat sosial media, hingga akhirnya menelusuri isi percakapan di Whatsapp pihak yang diduga terkait.

"Dalam penegakan hukum kan ditanya barbuknya, nah barbuk kamu apa untuk menyebarkan hoaks tersebut? Handphone. Nih handphone langsung dicek di lab forensik. Dicek alur komunikasinya ke mana. selain dia menyebarkan di medsos, dia menyebarkan di Whatsapp grup juga," kata Dedi

"Nah Whatsapp grup itu akan dipantau juga siapa yang terlibat langsung, secara aktif terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Kalau enggak, ya enggak. Gitu. Jadi bukan Whatsapp yang di handphone-handphone itu dipatroli," lanjutnya.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menambahkan, berbagai pengungkapan kasus hoaks, ujaran kebencian, hingga SARA di sosial media pun tidaklah langsung melalui penelusuran percakapan di Whatsapp para terduga pelaku.

"Pengungkapan kasus yang kemarin kita menggunakan WA itu adalah sebuah capture, bukan kita langsung mengawasi percakapan di WA itu. Jadi teman-teman, di dalam medsos itu kan ada yang bersifat tertutup dan terbuka. Jadi ketika di medsos yang tertutup itu seperti WA, lalu dicapture ke beberapa platform yang terbuka, itu menjadi mudah untuk dilakukan penyelidikan," beber Asep.

Artinya, tahapan yang dilakukan kepolisian dalam mengumpulkan barang bukti menjadi sah dimata hukum. Pasalnya, jika melakukan pemantauan langsung ranah privasi medsos seseorang tanpa adanya dasar pidana di dalamnya, maka hal tersebut dapat menjadi ilegal.

Barang bukti yang dikumpulkan menggunakan cara yang melawan aturan hukum, bisa ditolak di persidangan.

"Kemudian segala sesuatu yang bersifat investigasi terhadap bukti elektronik seperti itu, harus mendasari pada hukum. Jadi tidak bisa begitu saja kita masuk. Jadi semuanya harus dalam melalui prosedur dan mekanisme hukum," Asep menandaskan.

Setuju Patroli Cyber

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko setuju jika ada patroli cyber pada grup Whatsapp. Kata dia, negara perlu memantau agar tak ada kondisi yang menganggu situasi nasional.

"Ya memang harus begitu," kata Moeldoko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Menurutnya, Menkopolhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Menkominfo, Mendagri dan Jaksa Agung sudah sepakat bahwa saat ini perlu perhatian lebih sederet situasi yang bisa mengacaukan situasi negara. Termasuk situasi di media sosial yang bisa mengacaukan kondisi masyarakat.

"Bahkan akan memunculkan situasi yang semakin runyam maka negara tidak boleh ragu-ragu untuk mengambil keputusuan bahwa salah satu media sosial atau whatsapp dan seterusnya apapun itu yang nyata-nyata akan mengganggu situasi keamanan nasional maka hasus ada upaya untuk mengurangi tensi itu," ungkapnya.

Moeldoko juga menilai patroli cyber itu tidak menanggu privasi. Sebab, kata dia, setiap warga negara pasti akan rela melakukan apapun demi negaranya termasuk menggadaikan privasi.

"Negara memikirkan keamanan nasional. Keamanan nasional harus diberikan karena itu tanggungjawab presiden. Tanggungjawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah loh," ucapnya.

Meski begitu, Moeldoko memastikan patroli ini hanya sebatas mengenali apa yang dilalukan, berbicara apa, dan menulis apa. Serta tidak akan terlalu menyinggung hal pribadi.

"Patroli itukan hanya mengenali siapa melakukan apa, berbicara apa, menulis apa, sepanjang itu baik-baik saja, enggak ada masalah, yang jadi masalahkan karena penggunaan kata kata yang pada ujungnya menyingguung orang lain menyakiti orang lain memfitnah orang lain, sepanjang kita baik baik saja enggak ada masalah," tandasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya