3 Temuan Memilukan WNI Jadi Pengantin Pesanan di China

Saat ini masih ada 26 perempuan Indonesia yang 'terperangkap' pernikahan pesanan di China. Tragisnya, 2 di antaranya merupakan anak di bawah umur.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jun 2019, 12:43 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2019, 12:43 WIB
Lip 6 default image
Gambar ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menemukan setidaknya 29 perempuan Indonesia yang menjadi korban human trafficking atau perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan. Mereka kemudian dikirim ke negara pelanggannya, China.

13 Perempuan di antaranya direkrut dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sementara 16 perempuan sisanya berasal dari wilayah Jawa Barat.

Sekjen SBMI Bobi Anwar Ma'arif mengatakan, dari total tersebut baru tiga WNI yang berhasil pulang ke Tanah Air. Sementara 26 perempuan Indonesia masih 'terperangkap' di China. Tragisnya, 2 di antaranya merupakan anak di bawah umur.

"Jadi dari 29 itu 3 sudah dipulangkan. 26 Orang lainnya masih bersama suaminya di Tiongkok," ujarnya di Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.

Berikut tiga temuan memilukan yang Liputan6.com rangkum dari kasus pengantin pesanan dikirim ke China:

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

1. Mahar Rp 400 Juta yang Tak Sampai

Ilustrasi uang
Ilustrasi uang (sumber: iStockphoto)

Kasus pengantin pesanan lintas negara ini melibatkan warga negara Indonesia (WNI) sebagai perekrut. Dalam hal ini, mereka menyasar perempuan yang hidup di keluarga kurang mampu.

Perekrut yang disebut korbannya sebagai makcomblang ini mengguyur sejumlah janji manis. Mereka diiming-imingi kehidupan mapan di China hingga dapat meringankan beban ekonomi keluarganya yang ditinggal di Tanah Air.

"Cara penipuan digunakan dengan memperkenalkan calon suami sebagai orang kaya dan membujuk para korban untuk menikah dengan iming-iming akan dijamin seluruh kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Keluarga para korban juga diberi sejumlah uang," kata Bobi.

Untuk mempersunting perempuan Indonesia, pria China dikenai mahar sebesar Rp 400 juta tanpa sepengetahuan calon korban. Namun dari angka sebanyak itu, sindikat perekrut hanya memberikan uang Rp 20 juta kepada keluarga korban. Sisanya diraup sindikat tersebut.

Setelah prosesi pernikahan usai, korban diwajibkan ikut ke negara asal suaminya.

 

2. Dieksploitasi di Negara Suami

[Bintang] KPAI
Ilustrasi anak korban eksploitasi. (thinkprogress.org)

Setelah para korban diberangkatkan ke negara asal suami atau pemesan, mereka akan tinggal di sana tanpa mendapatkan izin menghubungi keluarganya di Indonesia. Tidak hanya itu, mereka juga diharuskan berkerja di pabrik dengan jam kerja panjang.

Sepulang kerja, mereka tetap diwajibkan mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat kerajinan tangan untuk dijual. Seluruh gaji dan hasil penjualan dikuasai oleh suami.

Mereka diancam harus mengganti kerugian yang sudah dikeluarkan oleh keluarga suami bila ingin kembali ke Indonesia. Selain itu, mereka juga mengalami kekerasan fisik dan seksual.

"Mereka juga kerap dianiaya oleh suami dan keluarga suami dan dipaksa untuk berhubungan seksual oleh suami bahkan ketika sedang sakit," ucap Bobi.

 

3. Kisah Pilu Korban Pengantin Pesanan

Monika Korban Pengantin Pesanan
Monika, salah satu korban human trafficking atau perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan. (Genantan Saputra)

Monika menjadi salah satu korban pengantin pesanan yang berhasil kembali ke Indonesia setelah melewati kehidupan yang pahit selama tinggal di China. Perempuan asal Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat itu terjebak janji manis tiga makcomblang.

Dia ditawarkan dinikahi oleh pria China mapan yang bekerja sebagai pekerja bangunan dengan gaji besar. Monika sejatinya sempat curiga lantaran foto pernikahannya tidak boleh diumbar ke publik.

"Mereka bilang pas foto itu kamu jangan (umbar) ke media, kita nanti ketahuan polisi, bahaya," kata Monika saat mengadu di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.

Karena terdesak kondisi ekonomi ditambah janji yang diberikan makcomblang, Monika setuju menerima pinangannya hingga bersedia dikirim ke China.

Singkat cerita, sekitar 10 bulan tinggal di China, Monika mulai merasa tak betah tinggal bersama suami dan keluarganya. Kekerasan dan pelecehan seksual mulai dialaminya.

Monika berusaha menghubungi makcomblangnya di Indonesia, namun tidak sambung. Beberapa kali perempuan berusia 24 tahun itu mencoba melarikan diri. Dia juga sempat dipenjara kepolisian setempat.

Hingga akhirnya, dia berhasil diselamatkan oleh mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di China. Monika pun mendarat ke Tanah Air pada Sabtu 22 Juni 2019 dengan selamat.

 

Reporter: Nabila Bilqis

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya