Kejati Aceh Beber Uang Sitaan Rp 36 Miliar di Kasus PT Perikanan Nusantara

Kejaksaan Tinggi Aceh menyita uang Rp 36.2 miliar dari PT Perikanan Nusantara (Perinus).

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jul 2019, 08:50 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2019, 08:50 WIB
Yusron/Liputan6.com
Kejati Aceh beberkan uang sitaan di kasus PT Perikanan Nusantara

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Tinggi Aceh menyita uang Rp 36.2 miliar dari PT Perikanan Nusantara (Perinus). Peyitaan berdasar izin Pengadilan Negeri Banda Aceh. Sejumlah uang yang dipamerkan langsung di depan publik itu kemudian dititipkan ke rekening penampungan RPL 01 pada Bank BRI Cabang Banda Aceh.

"Untuk selanjutnya dijadikan barang bukti kasus yang melibatkan PT Perikanan Nusantara," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri melalui keterangan tertulis, Kamis 18 Juli 2019.

Mukri menyatakan, kasus ini bermula pada 2017 ketika Kementerian Kelautandan Perikanan menganggarkan dana sebesar Rp 131.4 miliar untuk budidaya kakap putih dengan mengadopsi teknologi industri perikanan di Norwegia dengan sistem KJA offshore di tiga wilayah, yaitu Pangandaran (Jawa Barat), Karimun Jawa (Jepara), dan Sabang (Aceh).

Khusus Sabang, pagu kegiatan bernilai Rp 50 miliar yang bersumber dari DIPA Satker Direktorat Pakan dan Obat Ikan pada DirjenPerikanan Budidaya KKP RI tahun anggaran 2017.

"Proyek tersebut  dikerjakan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp 45,5 miliar," ujarnya.

Dalam pengerjaan proyek ini, PT Perikanan Nusantara mengandeng perusahaan asal Norwegia Aqua Optima AS Trondheim yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa instalasi di bidang perikanan budidaya.

Namun, hasil investigasi penyidik menemukan berbagai dugaan pelanggaran dalam pekerjaan KJA di Sabang, yaitu tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga KJA tersebut tidak bisa digunakan atau tidak fungsional. Pihak rekanan juga tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, dimana hasil pekerjaan tidak selesai 100 persen. Ada beberapa hal teknis yang tidak sesuai dengan kontrak yaitu pengadaan kapal operasional yang seharusnya dirakit di Norwey, namun dibuat di Batam.

"Pemasangan keramba yang seharusnya di pasang teknisi Norwegia dipasang oleh orang lokal," ujarnya.

Penyidik juga menemukan beberapa hal kejanggalan yaitu, Fisik proyek tidak berfungsi dan bermanfaat, proyek belum diserahterimakan, dan tujuan dari proyek tidak tercapai. KJA 1 (satu) unit hancur dan sudah terpotong-potong tidak dapat digunakan lagi, work boat yang tidak sesuai dengan spesifikasi, belum dilakukan 'Sea Trial' dan tidak memiliki sertifikat dari lembaga penilai kapal.

"Apabila dijumlahkan jumlah total potensi kerugian negara  kurang lebih sekitar Rp 25,5 miliar," ungkapnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya