Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Ombudsman La Ode Ida meminta pemerintah tidak gegabah memutuskan memindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan. Menurut La Ode, memindahkan ibu kota negara bukan pekerjaan yang mudah.
"Perlu kajian serius dalam berbagai aspek sebelum membuat keputusan memindahkan ibu kota," kata La Ode Ida seperti dilansir dari Antara, Senin (26/8/2019).
Menurut La Ode, pemerintah perlu memperbanyak sumber rujukan dari berbagai pihak, terutama pada negara-negara yang pernah memindahkan ibu kota negaranya.
Advertisement
Tujuannya, agar pemerintah punya referensi kuat dan jelas tentang dampak yang ditimbulkan setelah pemindahan ibu kota negara.
"Merujuk pada pengalaman dari beberapa negara-negara persemakmuran, seperti negara-negara di Afrika dan Australia, pemindahan ibu kota negara tidak semulus dan sebaik yang dibayangkan," katanya.
Baca Juga
La Ode menambahkan, pemindahan ibu kota negara tentunya akan menguntungkan daerah yang menjadi ibu kota baru. "Pemindahan ibu kota negara hendaknya dikaji secara matang dan menyeluruh dan tidak tergesa-gesa," ucapnya.
La Ode juga mengakui untuk memindahkan ibu kota negara, memerlukan anggaran yang sangat besar, yakni Rp 500 triliun. Menurut dia, hal ini menjadi salah satu pertimbangan.
"Dengan anggaran yang sangat besar itu, maka keputusannya harus tepat dan cermat. Kalau ibu kota negara tidak dipindahkan, anggaran sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk program lain, akan lebih bermanfaat," katanya.
Mantan Wakil Ketua DPD RI ini menjelaskan, dari pengalaman yang ada, pada awal pemindahan ibu kota memperlihatkan aktivitas di ibu kota lama tetap ramai.
"Namun, rencana pemerintah ingin memindahkan ibu kota negara patut diapresiasi," ujarnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Daerah Administratif
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan agar ibu kotabaru nantinya berbentuk daerah administrasi, bukan otonom. Dengan begitu, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak akan diselenggarakan di ibu kota baru.
"Kita menyarankan sebaiknya jangan merupakan daerah otonom," ujar Plt Dirjen Otda Kemendagri dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu 24 Agustus 2019.
Menurut dia, apabila ibu kota baru berbentuk administratif, akan mempermudah Presiden dalam mengambil sebuah keputusan. Sementara jika ibu kota baru berbentuk otonom, maka akan terjadi dinamika politik seperti DKI Jakarta.
"Kita memahami dinamika politik dan dinamis di setiap daerah kita khwatirkan akan bisa menjadi persoalan dalam mengambil keputusan dalam membuat kota yang betul-betul teduh. Sebuah ibu kota yang aman bagi pimpinan daerah dalam mengambil keputusan," jelas Akmal.
Akmal mengatakan, saat ini lokasi ibu kota pengganti Jakarta belum diputuskan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebab, masih ada beberapa kajian yang belum diselesaikan oleh Kementetian PUPR dan Bappenas.
Advertisement