Liputan6.com, Jakarta - Gempa Laut Maluku bermagnitudo 7,1 pada 14 November 2019 jelang tengah malam merupakan gempa tektonik yang berpusat di dalam Lempeng Laut Maluku. Para ahli menyebut, gempa semacam ini sebagai gempa intraslab.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, zona gempa Laut Maluku terletak di antara Busur Sangihe dan Halmahera. Zona gempa ini membentang dalam arah utara-selatan, didasari oleh zona subduksi ganda (double subduction) yang menunjam ke bawah Pulau Halmahera di sebelah timur dan ke bawah Busur Sangihe di sebelah barat.
Baca Juga
"Zona subduksi ini membentuk kemiringan ganda yang tidak simetris. Slab Lempeng Laut Maluku di bawah Busur Sangihe menerus hingga di kedalaman 600 kilometer. Sedangkan di bawah Busur Halmahera, slab lempeng-nya relatif lebih dangkal hanya hingga di kedalaman sekitar 300 kilometer," ujar Daryono kepada Liputan6.com, Jumat (15/11/2019).
Advertisement
Subduksi ganda ini, kata dia, terbentuk akibat tekanan Lempeng laut Filipina dari timur, di zona Halmahera. Sementara dari barat, Lempeng Sangihe relatif mendorong ke timur.
"Akibat dorongan ini terbangun akumulasi medan tengangan (stress) produk gaya kompresi pada batuan kerak samudra di bagian tengah Zona Tumbukan Laut Maluku (Molucca Sea Collision Zone). Di zona inilah terbentuk jalur Punggungan Mayu (Mayu Ridge) yang ditandai dengan keberadaan Pulau Mayu," terang dia.
Akumulasi medan tegangan di sepanjang jalur Punggungan Mayu inilah yang pada akhirnya memicu terjadinya dislokasi batuan dalam lempeng. Di zona inilah terdapat banyak sebaran pusat-pusat gempabumi dengan mekanisme sesar naik, seperti halnya peristiwa gempabumi kuat yang terjadi tadi malam juga dicirikan dengan mekanisme sumber sesar naik (thrust fault).
[Gempa](gempa "") ini hanya menimbulkan kerusakan ringan pada beberapa bangunan rumah di Manado dan sekitarnya, serta memicu tsunami kecil di Bitung, Halmahera, dan Ternate.
Lantas mengapa tsunami yang terjadi hanya tsunami kecil padahal kekuatan gempanya M=7,1?
Menurut Daryono, hal ini dapat dijelaskan bahwa gempa dengan slip yang relatif dalam, membuat eksitasi terhadap tsunami lebih kecil jika dibandingkan dengan slip yang terjadi di kedalaman lebih dangkal.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tsunami Kecil
"Selain itu, dapat juga dijelaskan juga bahwa pada kasus gempa tadi malam, energi akibat kompresi yang terjadi pada salah satu slab lempeng tidak seluruhnya terakumulasi di zona gempa, tetapi juga disebarkan ke bagian slab lempeng pada zona subduksi di sebelahnya," ujar dia.
Kondisi ini berbeda dengan sistem tektonik di zona subduksi kebanyakan, dimana energi yang terakumulasi di zona gempa hanya terkonsentrasi pada satu slab lempeng saja, sehingga potensi gempa yang dapat memicu tsunami tentu menjadi lebih besar.
"Namun demikian, secara umum kawasan Laut Maluku tetap merupakan zona rawan gempa dan tsunami yang patut diwaspadai," ucap Daryono.
Â
Advertisement