Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera menggelar rapat pleno untuk menentukan nasib Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, menurut ketentuan perundang-undangan, setelah ditetapkan sebagai terdakwa, komisioner akan diberhentikan sementara sampai putusan berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga
"Tetapi karena kasus ini berpotensi mempengaruhi kepercayaan penyelenggaraan pemilu, kami akan melakukan rapat pleno untuk menyikapi hal ini," ujar Arief dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis malam 9 Januari 2020.
Advertisement
Belajar dari beberapa kasus yang pernah terjadi, KPU disebutnya akan mengambil inisiatif lebih awal. Demikian dilansir Antara.
Selain menggelar rapat pleno, KPU akan melaporkan kepada Presiden soal Wahyu Setiawan, karena pengangkatan dan pemberhentian komisioner dilakukan oleh Presiden. Selanjutnya KPU akan memberitahukan kepada DPR RI karena rekrutmen komisioner dilakukan DPR.
KPU pun akan menyampaikan penetapan tersangka Wahyu Setiawan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lantaran menyangkut persoalan etik.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tersangka
KPK resmi menetapkan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan (WSE) dan kader atau caleg dari PDIP Harun Masiku (HAR) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Selain dua orang itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.
Penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, Harun dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement