Tekan Angka Prevalensi Stunting, Kominfo Sosialisasikan Cegah Pernikahan Dini

Dalam rangka menurunkan angka prevalensi stunting dengan cara mencegah pernikaha dini, Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

oleh Fachri pada 23 Sep 2022, 11:00 WIB
Diperbarui 20 Okt 2022, 16:59 WIB
Stunting.
Kegiatan Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Cegah Stunting, Nikah Dini Bikin Overthinking di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9/2022). (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Palangka Raya Dalam rangka menurunkan angka prevalensi stunting dengan cara mencegah pernikaha dini, Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar kegiatan Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Cegah Stunting, Nikah Dini Bikin Overthinking di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9/2022).

Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh beragam narasumber, mulai dari Koordinator Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J. Indarto, Sub Koordinator Hubungan Antar lembaga dan Lini-lini Lapangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Provinsi Kalimantan Tengah, Djuwiyanto, dan Dokter Spesialis Gizi Klinik, Raissa E. Djuanda.

Pada kesempatan tersebut, Marroli menjelaskan menikah tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik perempuan untuk melahirkan anak, namun juga perlu kesiapan mental dan emosional pasangan. Seperti menyikapi kehidupan rumah tangga, mengasuh anak, dan lain sebagainya.

Jika tubuh dan mental belum siap untuk menikah, maka berisiko tinggi melahirkan anak stunting. Mempertimbangan hal tersebut, maka pemerintah mengingatkan usia ideal menikah dan hamil untuk perempuan adalah 21 tahun dan untuk laki-laki 25 tahun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan dini atau pernikahan anak pada tahun 2020 berada di angka 10,18 persen. Angka ini masih di atas target Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), yaitu 8,74 persen di akhir tahun 2024.

Menurut Maroli, Kementerian Kominfo menargetkan angka prevalensi stunting turun hingga 14 persen di tahun 2024.

“Presiden menargetkan di tahun 2024, angka stunting di Indonesia harus berada di bawah 14 persen,” ujarnya.

Ia menambahkan, penurunan angka stunting saat ini merupakan momentum yang tepat karena Indonesia tengah menghadapi bonus demografi, kondisi di mana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif.

“Bonus ini akan berakhir pada tahun 2045. Makanya, sesuai instruksi Presiden kita lebih fokus membangun sumber daya manusia,” lanjutnya.

Faktor Pernikahan Dini

Sub Koordinator Hubungan Antar lembaga dan Lini-lini Lapangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Provinsi Kalimantan Tengah, Djuwiyanto menjelaskan bahwa angka pernikahan dini di Kalimantan Tengah cenderung tinggi.

“Persentasenya menurut pendataan keluarga di tahun 2021 berada pada angka 35 persen dari target 29 persen. Jadi memang masih tinggi” katanya.

Ia menambahkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan pernikahan dini, seperti faktor budaya, sosial, agama, hingga ekonomi. Tetapi yang paling dominan saat ini adalah faktor pola asuh dan perkembangan teknologi informasi yang tidak sepenuhnya dicerna dengan baik oleh para remaja.

“Karena kita temui di keluarga-keluarga ada kecenderungan dalam memberikan edukasi seputar kesehatan reproduksi itu tabu. Tidak semua orang tua mengajarkan anak ketika beranjak dewasa untuk menjaga pergaulan," kata Djuwiyanto.

"Remaja-remaja ini mengakses media sosial tidak terbatas, ditambah lagi lingkungan pergaulan yang tidak konstruktif dan positif, sehingga kecenderungan nikah dininya menjadi lebih besar,” jelasnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Gizi Klinik, Raissa E. Djuanda menjelaskan pernikahan dini bukan hanya secara kesehatan saja, namun mental juga menjadi faktor penentu. Karena menikah memerlukan komitmen dan tanggung jawab, sementara umur yang masih dini akan sulit jika dibebani tanggung jawab yang begitu berat.

“Bahaya pernikahan dini bukan hanya secara kesehatan saja, tapi secara mental pun sebenarnya para remaja belum siap,” jelasnya.

Forum Kepoin GenBest yang diadakan di Kota Palangkaraya merupakan bagian dari kampanye GenBest (Generasi Bersih dan Sehat), yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting. GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.

Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya