Evaluasi Bansos, Menko PMK Minta Verifikasi Data Libatkan Pendamping

Rapat membahas bantuan sosial (bansos), termasuk evaluasi pascapenyaluran bansos tahap 1 di wilayah DKI Jakarta.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 07 Mei 2020, 20:12 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2020, 20:12 WIB
Menko PMK Gelar Rapat Bahas Jaminan Kesehatan Nasional
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy (kanan) saat memimpin rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (17/2/2020). Rapat tertutup tersebut membahas program jaminan kesehatan nasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy kembali mengadakan rapat koordinasi bersama Menteri Sosial (Mensos) dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT). Rapat membahas bantuan sosial (bansos), termasuk evaluasi pascapenyaluran bansos tahap 1 di wilayah DKI Jakarta.

Salah satu poin penting yang dibahas dalam rapat tersebut ialah mengenai inisiasi perbaikan data untuk mempercepat proses penyaluran bansos. Dia pun meminta agar verifikasi dan validasi data di lapangan dapat turut melibatkan peran para pendamping, misalnya pendamping PKH, pendamping desa, tenaga BKKBN, dan tagana.

"Validasi data ini agar diserahkan kepada para pendamping dengan didampingi RT/RW. Semua dalam rangka untuk memfinalisasi pemutakhiran DTKS ( Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sehingga setelah Covid ada satu basis data baru yang telah direfresh, yang bisa dijadikan dasar untuk bantuan berikutnya," ujar Muhadjir saat rapat melalui video conference dari kediaman di Jakarta, Kamis (7/5/2020).

Dia juga mengusulkan bila perlu dibentuk tim yang terdiri dari para pendamping dengan koordinasi kementerian/lembaga di bawah lingkup Kemenko PMK seperti Kemensos, Kemendes PDTT, BKKBN, dan yang lainnya dalam rangka mempercepat pendataan menuju pemutakhiran DTKS.

"Saya pikir masalahnya di-updating dan shortcut. Dengan keterlibatan para pendamping tadi saya harapkan akan bisa mempercepat pemutakhiran data di DTKS," ungkap Muhadjir.

Sementara itu, hasil pemutakhiran data tersebut juga diharapkan bisa segera dipakai untuk proses penyaluran bansos tunai dana desa yang saat ini tengah dipersiapkan oleh Kemendes PDTT dan Kemensos.

"Kemendes dan Kemensos sebagai dua kementerian yang menjadi tulang punggung percepatan penanganan Covid-19, saya mohon koordinasi juga dengan Wagub DKI dan para kepala daerah untuk sinkronisasi data sehingga bansos presiden dapat tersalurkan dengan baik. Skema pembagiannya pun untuk bansos tunai ini agar benar-benar diperhatikan dan dirapikan kembali," pungkas Muhadjir.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Menteri Jokowi Menegur Gubernur Anies Terkait Data Penerima Bansos

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat tiga menteri di Kabinet Indonesia Maju meradang. Hal ini dipicu dugaan kesalahan data warga Ibu Kota yang akan menerima bantuan sosial atau Bansos.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Menko PMK Muhadjir Effendy mengaku sempat bersitegang dengan Anies.

"Bahkan saya kemarin dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras Pak Gubernur," kata Muhadjir dalam sebuah Webinar, Rabu 6 April 2020.

Salah satunya, karena ada perbedaan data dan komitmen yang dilakukan Anies. Di mana, dari 3.600.000 warga yang akan menerima bansos, DKI mampu menyediakan untuk 1.100.000 orang dan sisanya diserahkan ke pusat.

"Tetapi di lapangan Pak Gubernur menyampaikan bahwa bantuan Gubernur itu sekadar mengisi kekosongan sebelum pemerintah pusat mengisi. Kan di lapangan jadi kacau," jelas Muhadjir.

Dia pun lantas mengingatkan Anies soal kesepakatan yang sudah ada.

"Saya ingatkan Pak Gubernur. Pak Gubernur itu ada kesepakatan itu rapat kabinet, tidak begitu. Gubernur sanggup, DKI sanggup 1.100.000 orang kita siapkan yang 2.500.000. Jangan diubah itu, kalau diubah itu jadi kacau di lapangan," tukasnya.

"Soal nilai yang berbeda, bantuannya nanti kita bicarakan teknis di lapangan memberi penjelasan ke masyarakat. Tapi jangan sampai yang didaftar RT/RW ini enggak diberi, ini bisa kacau nanti. RT/RW-nya digebukin warga, kemudian warganya protes ke pemerintah pusat pakai video yang maki-maki presiden. Presidennya enggak tahu apa-apa itu," lanjut dia.

 

Mensos dan Menkeu

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara juga mengakui ada yang salah dengan data Pemprov DKI. Menurut dia, polemik bansos di Ibu Kota disebabkan oleh data kedaluarsa penerima yang diberikan oleh Anies.

"Yang sekarang kita gunakan data penerima bansos diberikan oleh Gubernur DKI (Anies). Tapi ternyata data lama, sebab penerimanya banyak yang sama dengan data penerima bantuan sembako dari Pemprov DKI," kata Juliari.

Menyikapi hal tersebut pihaknya segera berkoordinasi dengan orang nomor satu di wilayah DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan data penerima bansos. Kemudian, Juliari berujar dalam waktu dekat Gubernur Anies menjanjikan akan memberikan data revisi agar penerima manfaat bansos sesuai fitrahnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengkritisi data Anies. Menurutnya saat ini Pemprov DKI tak punya anggaran untuk memberikan bansos.

Dia menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta di awal mengaku sangggup berbagi dana dengan pemerintah pusat untuk memberikan bansos kepada seluruh warga. Namun, hal tersebut tak terwujud karena Pemprov DKI Jakarta kekurangan dana.

"Kami dapat laporan dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya mereka tidak punya anggaran dan minta pemerintah pusat yang covering terhadap 1,1 juta warga," ujar Sri Mulyani.

"Jadi tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," sambungnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya