Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menerima rekomendasi yang diberikan lembaga antirasuah tentang defisit BPJS Kesehatan. KPK mengirimkan surat rekomendasi kepada Jokowi terkait BPJS Kesehatan pada 30 Maret 2020 lalu.
Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding mengatakan, Jokowi telah merespons dan meminta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
"KPK telah menerima tembusan surat dari Presiden melalui Setneg yang ditujukan kepada 3 kementerian. Dalam surat tersebut Setneg meminta ketiga kementerian itu menindaklanjuti rekomendasi KPK terkait defisit BPJS Kesehatan sesuai kewenangan masing-masing," ujar Ipi dalam keterangannya, Senin (8/6/2020).
Advertisement
Ipi menyatakan, KPK menghargai keputusan Jokowi yang meminta Kemenko PMK, Kemendagri, dan Kemenkes untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
"KPK hargai hal tersebut dan segera akan agendakan pertemuan dengan segenap pihak terkait agar bisa membahas langkah selanjutnya," kata Ipi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta Jokowi meninjau ulang keputusan menaikan iuaran BPJS Kesehatan.
Ghufron menyebut, berdasarkan kajian tata kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dilakukan lembaga antirasuah pada 2019, akar masalah yang ditemukan terkait tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.
"Sehingga kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," ujar Ghufron dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
Menurut Ghufron, naiknya iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan jaminan sosial sebagaimana UU Nomor 40 Tahun 2004 bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
"Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepersertaan seluruh rakyat dalam BPJS," kata Ghufron.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Rekomendasi KPK
Ghufron kembali mengingatkan sejumlah rekomendasi yang sempat diberikan KPK agar anggaran BPJS Kesehatan tak mengalami defisit.
Pertama yakni, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK). Kedua melakukan penertiban kelas di rumah sakit. Ketiga mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Keempat menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan, kelima mengakselerasi implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta. Dam terakhir terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.
"Kami memandang rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang kami temukan dalam kajian," kata Ghufron.
Ghufron berharap program yang diberikan pemerintah bisa memberikan manfaat dalam penyediaan layanan dasar kesehatan dan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
"KPK berkeyakinan jika rekomendasi KPK dijalankan terlebih dahulu untuk menyelesaikan persoalan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan akan dapat menutup defisit BPJS Kesehatan," kata Ghufron.
Advertisement