Tidak Puas Vonis Hakim, Tim Advokasi Novel Baswedan Minta Jokowi Tanggung Jawab

Kepolisian dan kejaksaan dinilai gagal mengungkap aktor intelektual di balik kasus penyerangan Novel Baswedan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Jul 2020, 16:17 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2020, 14:43 WIB
Peringatan 500 Hari Penyerangan Novel Baswedan Digelar di KPK
Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut pertanggungjawaban Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena dinilai mendiamkan citra penegakan hukum dirusak oleh kelompok tertentu. Hal itu menyusul proses hukum terkait kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

"Dengan hormat kami ingatkan Bapak Presiden bahwa Kapolri dan Kejaksaan Agung berada di bawah langsung Presiden karena tidak ada kementerian yang membawahi kedua lembaga ini. Baik buruk penegakan hukum adalah tanggung jawab langsung Presiden," kata perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam keterangan diterima, Jumat (17/7/2020).

Kurnia mendesak, agar pascaputusan hakim ini, Jokowi segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menyelidiki ulang kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan.

"Hal ini disebabkan penanganan perkara yang dilakukan oleh kepolisian terbukti gagal untuk mengungkap skenario dan aktor intelektual kejahatan ini," katanya.

Diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa penyerang Novel Baswedan. Rahmat Kadir Mahulette divonis 2 tahun penjara, sementara Ronny Bugis dihukum 1,5 tahun penjara. 

Meski hukuman itu lebih berat dari tuntutan jaksa yakni 1 tahun penjara, Kurnia dan Tim Advokasi Novel Baswedan meyakini bahwa aktor intelektual kasus ini sama sekali belum terseret.

"Vonis terhadap penyerang Novel Baswedan tidak mengungkap kejahatan politik sampai kepada akarnya. Ini hanya perulangan terhadap kasus serangan terhadap aktivis antikorupsi serta aktivis-aktivis lain dan penegak hukum pemberantas korupsi," kata Kurnia menandasi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Respons Novel Baswedan

Novel Baswedan Diperiksa sebagai Saksi Kasus Penyiraman Air Keras
Penyidik senior KPK Novel Baswedan saat jeda pemeriksaan kasus penyiraman air keras terhadapnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1/2020). Polisi memeriksa Novel Baswedan sebagai saksi setelah menetapkan dua tersangka penyerangan.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan tak terkejut dengan vonis hakim yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Keduanya adalah orang yang didakwa menyebabkan kedua matanya rusak parah. Bahkan, mata sebelah kiri dipastikan buta permanen.

"Saya tidak terkejut dan hal ini tentunya sangat ironis. Karena penyimpangan yang begitu jauh dari fakta sebenarnya akhirnya mendapat justifikasi dari putusan hakim," ujar Novel dalam keterangan tertulis, Jumat (17/7/2020).

Menurut Novel Baswedan, sejak awal persidangan banyak kejanggalan dan masalah. Bahkan, dia mengaku sudah lebih dahulu mendapat informasi perihal ganjaran untuk para terdakwa sebelum hakim menjatuhkan vonis.

Menurut dia, diprediksi hukuman tak lebih dari dua tahun penjara. "Ternyata semua itu sekarang sudah terkonfirmasi," ujar dia.

Novel kembali mempertegas dirinya juga tidak tertarik untuk mengikuti proses pembacaan tuntutan. Dia menyakini bahwa persidangan ini seperti sudah dipersiapkan untuk gagal atau sidang sandiwara.

"Karena sidang yang dibuat dengan sedemikian banyak kejanggalan tersebut seperti didelegitimasi sendiri oleh para pihak di persidangan, sehingga memang tidak ada harapan yang saya gantungkan dalam proses tersebut," ucap dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya