Pengacara: JPU Tak Merinci Kapan Pinangki Terima USD 500 Ribu

Salah satu yang dipersoalkan penasihat hukum Pinangki adalah soal waktu penerimaan uang USD 500 ribu yang disebut penuntut umun diterima Pinangki.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Okt 2020, 15:43 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 15:43 WIB
FOTO: Jaksa Pinangki Jalani Sidang Pembacaan Eksepsi
Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Adres Napitupulu menyesalkan jaksa penuntut umum (JPU) masih belum juga menjelaskan hal-hal yang disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsi yang dibacakan pada Rabu, 30 September 2020, kemarin.

Salah satu yang dipersoalkan penasihat hukum Pinangki adalah soal waktu penerimaan uang USD 500 ribu yang disebut penuntut umun diterima Pinangki. Menurut Aldres, penuntut umum tak menjelaskan rinci kapan Pinangki menerima uang itu.

"Penuntut umum masih tidak menjelaskan hal-hal yang kami sampaikan dalam eksepsi kami, yaitu tidak jelasnya kapan Pinangki terima uang yang katanya dari Andi Irfan Jaya," kata Aldres di PN Tipikor Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Aldres menyebut, dalam berkas penyidikan, Andi Irfan Jaya tidak pernah ditanya soal pemberian uang. Atas dasar tersebut, menurut Aldre, tim penuntut umum hanya menerka-nerka soal waktu dan tempat pemberian uang tersebut.

"Jaksa tadi hanya mengatakan bahwa kami mendakwa dia menerima uang dari Andi Irfan Jaya, itu kalau enggak salah di Kuala Lumpur, di Jakarta, atau, atau, kebanyakan atau-nya itu, kita bisa lihat sendiri. Itu jelas atau enggak menurut kami, itu tidak jelas, tapi menurut penuntut umum itu yang jelaa, ya. Nanti masyarakat bisa nilai," kata Aldres.

Selain soal tak merinci penerimaan uang, Aldres juga menyoroti dakwaan soal pencucian uang terhadap kliennya. Dia menyebut, dakwaan pencucian uang terhadap Pinangki tidak jelas.

"Kami katakan tidak jelas dimana menyamarkannya, dimana layeringnya pencucian uang di perkara ini. Kemudian dia jawab, bahwa digunakan untuk keperluan pribadi, loh, iya bukan pencucian uang, itu namanya kalaupun benar itu menikmati hasil kejahatan, bukan pencucian uang," ujar Aldres.

Aldres juga keberatan Pinangki didakwa bermufakat jahat untuk memberi suap kepada pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Menurutnya, dakwaan Jaksa tidak membeberkan siapa pejabat tersebut.

"Tapi di dalam dakwaan tidak disebutkan apa pejabatnya, siapa pejabatnya, memang pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung cuma satu. Tadi dia bilang sudah jelas itu, tapi kami tetap merasa itu tidak jelas siapa yang mau disuap oleh Pinangki ini," ucap Aldres memungkasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jaksa Minta Eksepsi Ditolak

Diberitakan, jaksa penuntut umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak eksepsi atau nota keberatan Pinangki Sirna Malasari. Penuntut umum meyakini seluruh dakwaan terhadap Pinangki memenuhi unsur pasal suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

"Menolak eksepsi terdakwa Pinangki. Menyatakan surat dakwaan yang telah kami bacakan telah memenuhi syarat sebagaimana Pasal 143 ayat (2) KUHAP," ujar penuntut umum membacakan tanggapan atas eksepsi Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10/2020).

Jaksa menyebut, surat dakwaan yang telah dibacakan pihaknya pada 23 September 2020 telah mengurai secara lengkap rangkaian perbuatan tindak pidana yang dilakukan Jaksa Pinangki.

"Dakwaan juga menyebutkan keterangan waktu yang lengkap tempat terjadinya tindak pidana," kata Jaksa.

Terkait penerimaan uang sebesar USD 500 ribu dari terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra melalui pengusaha Andi Irfan Jaya, jaksa menyebut telah menguraikannya secara rinci.

Uang itu merupakan uang muka dari komitmen fee yang dijanjikan Joko Tjandra sebesar USD 1 juta terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tak menjalani eksekusi putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009.

"Dakwaan juga menguraikan perbuatan terdakwa yang bermufakat jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk memberi hadiah atau janji sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung," kata Jaksa.

Terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), jaksa mengklaim surat dakwaan juga telah membeberkan perbuatan Jaksa Pinangki menggunakan, menyembunyikan, dan atau menyamarkan uang USD 500 ribu yang diterimanya dari Djoko Tjandra.

Untuk itu, Jaksa membantah pernyataan penasihat hukum Pinangki yang dalam eksepsinya menyebut surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menguraikan perbuatan Pinangki. Apalagi, setelah dakwaan dibacakan, Pinangki dan kuasa hukumnya mengaku telah mengerti dakwaan yang disampaikan Jaksa.

Bahkan, dalam eksepsinya Pinangki dan kuasa hukum tidak menyangkal pertemuan-pertemuan yang dilakukan Pinangki. Atas dasar itu, Jaksa meminta Majelis Hakim melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan pokok perkara. Jaksa berjanji akan membuktikan perbuatan Pinangki dalam proses persidangan berikutnya.

"Melanjutkan pemeriksaan terhadap Pinangki," kata Jaksa.

Jaksa diketahui mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor, juga Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang.

Pinangki juga didakwa terkait permufakatan jahat pada Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Tipikor.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya