Liputan6.com, Jakarta - Desakan sejumlah pihak yang meminta pemerintah melakukan lockdown direspons berbeda oleh Istana. Hal ini menyusul kasus covid-19 yang meningkat drastis di sejumlah daerah.
Menurut Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Abetnego Tarigan, daripada locdown mestinya masyarakat lebih fokus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Baca Juga
Menanggapi hal itu, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyatakan, opsi lockdown bisa diambil manakala keterisian tempat tidur di rumah sakit di suatu daerah sudah penuh.
Advertisement
"Kalau mau di-lockdown harus dilihat dari pemetaan daerahnya. Kalau memang sudah merasa sudah menjalar, seperti DKI Jakarta ya memang harus dilakukan. Tapi kan ada indikatornya, yakni terkait dengan BOR (bed occupancy rate) sudah maksimum ya. Artinya sudah ada fasilitas kesehatan yang bisa menampungkan," kata Laura kepada Liputan6.com, Minggu (20/6/2021).
Laura mengatakan jika di suatu daerah yang keterisian tempat tidur rumah sakitnya sudah penuh, namun belum dilakukan opsi lockdown, tak tertutup kemungkinan akan terjadi ledakan pasien. Kecuali pemerintah daerah bisa mengusahkan cara lain. Misalnya dengan mengupayakan penambahan tempat tidur bagi pasien.
"Jadi kalau kita memperlebar ya, misal tempat ICU sekarang sudah hampir 100 persen terisi, ketersediaannya misalkan 0. Selama pemerintah bisa menyiapkan itu, memastikan bahwa ketersediaan itu diperbesar dan cukup, ya itu mungkin saja (lockdown) tidak dilakukan ya," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Lockdown di Wilayah Tertentu
Menurut Laura pemerintah cukup dengan pembatasan mobilisasi masyarakat saja. Kendati begitu, ia meminta pilihan lockdown hanya diterapkan di wilayah tertentu saja. Bahkan bisa saja dilakukan di level kecamatan.
"Kalau mau ya lockdown wilayah, pemerintah daerah concern di daerah yang memang kasusnya itu harus tinggi. Jadi betul-betul makanannya, kebutuhannya itu dipenuhi oleh pemerintah," kata dia.
Advertisement