Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan kronologi keputusan vaksinasi berbayar atau gotong royong. Ia mengatakan kebijakan itu bermula dari rapat pada 26 Juni di kantor Kementerian Perekonomian, yang diinisiasi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).
“Tanggal 26 Juni itu, ada rapat di Kementerian Perekonomian atas inisiatif dari KPC-PEN melihat bahwa vaksinasi gotong royong itu speed-nya sangat perlu ditingkatkan, vaksinasi gotong royong mungkin sekarang speed-nya 10 ribu sampai 15 ribu per hari. Dari target 1,5 juta baru 300 ribu, jadi ada concern, ini kok lamban,” kata Menkes Budi dalam rapat Komisi IX secara daring, Selasa (13/7/2021).
Lambannya vaksinasi gotong royong dan untuk mepercepat target vaksinasi, membuat rapat menghasilkan inisiatif untuk membuka opsi vaksin gotong royong bagi daerah, rumah sakit yang juga melaksanakan vaksinasi program, anak hingga individu.
Advertisement
Kemudian, kesimpulan rapat tersebut dibawa ke rapat kabinet terbatas tanggal 28 Juni. Akhirnya, dengan adanya masukan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Kemenkes mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 yang memuat perubahan aturan vaksinasi berbayar.
“Habis dari situ Menko Perekonomian memberikan masukan sebagai KPC-PEN, kemudian kami harmonisasi, kami keluarkan,” katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tidak Gunakan APBN
Alasan lainnya, lanjut Budi, adalah vaksinasi gotong royong tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melainkan dari Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan swasta. "Jadi tidak ada keterlibatan negara dari sisi anggaran," ujarnya.
Tak hanya itu, vaksin berbayar juga dinilai bisa mengejar target vaksinasi nasional dan meringankan beban APBN. “Karena ini biayanya ditanggung individu, ini dapat meringankan beban APBN,” pungkasnya.
Advertisement