Soal Tanda Kehormatan Eurico Guterrez, Politikus NasDem: Tidak Sensitif Pada Korban HAM

Pemberian tanda kehormatan kepada Eurico Guterres menunjukkan ketidaksensitifan terhadap korban dan peristiwa pelanggaran HAM pasca referendum di Timor Timur tahun 1999.

oleh Delvira Hutabarat Diperbarui 13 Agu 2021, 07:16 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2021, 07:12 WIB
Taufik Basari
Politikus Partai NasDem Taufik Basari. (Ist)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahi Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Ketua Forum komunikasi Pejuang Tim-Tim, Eurico Guterrez.

Menanggapi hal tersebut, Politikus Partai NasDem Taufik Basari menyayangkan penganugerahaan Eurico. Menurut Taufik, pemberian tanda kehormatan itu menunjukkan ketidaksensitifan terhadap korban dan peristiwa pelanggaran HAM pasca referendum di Timor Timur tahun 1999.

“Saya menyayangkan pemberian bintang jasa utama kepada Eurico Guterres. Meskipun saya menghormati status bebas dari segala dakwaan dan dipulihkan dari status terpidana yang pernah dijalaninya. Saya juga menghormati dan menyadari ini sebagai kewenangan pemerintah. Namun, keputusan ini menunjukkan ketidak-sensitifan terhadap upaya kita semua untuk menghormati para korban dalam peristiwa pelanggaran HAM pasca referendum di Timor Timur tahun 1999,” kata Taufik lewat akun twitter miliknya @taufikbasari dikutip pada Jumat (13/8/2021).

Taufik menjelaskan bahwa telah terjadi perisitwa berdarah menimbulkan korban nyawa, luka, harta, orang hilang akibat persekusi dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Tim-Tim.

 

Promosi 1

Catatan Kelam

20151017-Diskusi-Warung-Daun-Jakarta-Taufik-Basari
Ketua DPP Nasdem Taufik Basari saat menghadiri diskusi bertajuk "Setahun Nawacita Jokowi" Jakarta, Sabtu, (17/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Ia mengakui seluruh terdakwa kasus Timtim telah dibebaskan oleh Pengadilan HAM ad hoc di Jakarta, termasuk Eurico yang juga dibebaskan melalui Peninjauan Kembali (PK).

“Namun peristiwa kejahatan kemanusiaan pada proses pararel juga diadili di Dili Timorleste melalui The Special Panels for Serious Crimes yang berbentuk hybrid tribunal yakni gabungan antara pengadilan internasional dengan pengadilan lokal,” terangnya.

Anggota Komisi III itu menilai peristiwa kejahatan kemanusiaan di Timor-Timor tahun 1999 menjadi catatan kelam dalam sejarah dunia, meskipun negara Indonesia tidak mengakuinya.

“Tentunya bangsa ini harus belajar dari peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu dan mengambil Langkah untuk menjadikan peristiwa tersebut tidak terulang di masa mendatang, sebagaimana prinsip yang berlaku dalam hukum HAM yakni 'prinsip non-recurrencez'. Pandangan ini adalah pandangan pribadi sebagai bagian dari umat manusia. Salam kemanusiaan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya