Cegah Human Tracfiking, PPATK dan BP2MI Teken MoU Perlindungan Tenaga Kerja Migran

Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan PMI merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor Migas.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 25 Agu 2021, 13:26 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2021, 13:26 WIB
Kepulangan 129 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan awak kapal dari Taiwan
Kepulangan 129 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan awak kapal dari Taiwan

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) Dian Ediana Rae menerima kunjungan Kepala Badan Perlindungan Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani di Gedung PPATK pada Selasa, 24 Agustus 2021.

Pertemuan tersebut bertujuan untuk membangun sinergi dan kerja sama untuk penanganan kasus-kasus penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal.

Benny mengatakan, PMI sendiri merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor Migas. Oleh sebab itu, perlindungan terhadap PMI menjadi hal yang penting.

Nota Kesepahaman atau MoU yang diteken dua lembaga itu diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dalam hal pertukaran informasi, pelatihan, maupun berbagi pengalaman mengenai modus-modus aktivitas penempatan tenaga kerja yang melawan hukum.

"Kejahatan human tracfiking adalah kejahatan yang harus kita hadapi bersama-sama. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang bisa dikategorikan extraordinary crime," tutur Benny dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8/2021).

Menurut Benny, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh BP2MI menemukan bahwa sindikat perdagangan orang dilakukan oleh beberapa orang dengan hasil aset yang cukup besar.

"Dari 1 PMI yang berangkat secara illegal dapat diperoleh keuntungan sampai Rp 40 juta, sedangkan modal yang dikeluarkan hanya Rp 20 juta," kata Benny.

 

PMI Rentan Dimanfaatkan dalam Modus TPPU

Sementara itu, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengaku pihaknya menaruh perhatian besar terhadap kasus-kasus yang terkait dengan kejahatan kemanusiaan, seperti perdagangan orang atau human trafficking, penyelundupan manusia alias people smuggling, juga perbudakan yakni modern slavery.

"Oleh karena itu kerjasama dengan BP2MI diharapkan dapat lebih meningkatkan upaya Indonesia didalam melakukan perlindungan terhadap tenag kerja migran Indonesia," jelas Dian.

Dian mengatakan, walaupun hasil penilaian risiko nasional atau National Risk Assessment (NRA) Tahun 2021 mencatat bahwa potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait Tindak Pidana Penyelundupan Migran masih tergolong rendah, ini tidak berarti luput dari perhatian PPATK dan aparat penegak hukum.

"Karena sifatnya terkait dengan kemanusiaan dan melibatkan jaringan internasional. Profil Tenaga Kerja Indonesia atau PMI juga rentan dimanfaatkan dalam modus TPPU melalui transfer dana dan pembawaan uang tunai lintas batas," Dian menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya