Ketua KPK Sebut Banyak Penyelenggara Negara Salah Arti soal LHKPN

Firli menyebut, pemahaman yang keliru itu menjadikan penyelenggara negara merasa tak bersalah saat tak melaporkan hartanya secara periodik. Firli meminta pemahamanan keliru itu dihapuskan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Sep 2021, 11:44 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2021, 11:43 WIB
FOTO: Ketua KPK Umumkan 75 Pegawai Tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri saat mengumumkan hasil penilaian dalam rangka pengalihan status kepegawaian di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan, 75 orang tidak lulus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri menyebut banyak penyelenggara negara salah mengartikan penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negera (LHKPN). Menurut Firli, para pejabat banyak yang mengira LHKPN hanya disampaikan sebelum dan sesudah menjabat.

"Pemahaman kita kewajiban pelaporan LHKPN ini masih berpikir sebelum dan setelah. Itu memang tidak salah, ada Pasal 5 ayat 3 disebutkan pelaporan LHKPN dilaksanakan sebelum dan setelah menjabat," ujar Firli dalam webinar, Selasa (7/9/2021).

Menurut Firli, penyelenggara negara hanya melihat Pasal 5 ayat 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Padahal, dalam UU tersebut terdapat Pasal 5 ayat 2 yang berbunyi setiap penyelenggara negara bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan sesudah menjabat.

"Tapi kalau kita baca Pasal 5 ayat 2, LHKPN dilaksanakan ada tiga kali, tiga item. Sebelum, selama, dan setelah," kata Firli.

Firli menyebut, pemahaman yang keliru itu menjadikan penyelenggara negara merasa tak bersalah saat tak melaporkan hartanya secara periodik. Firli meminta pemahamanan keliru itu dihapuskan.

"Jadi kalau KPK minta selamanya, (selama menjabat), ya, tolong dipenuhi," kata Firli.


Banyak yang Tak Jujur Laporkan LHKPN

Sebelumnya, KPK menemukan banyak penyelenggara negara yang tak jujur dalam menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). KPK mendorong agar para pejabat negara yang masuk kategori wajib lapor (WL) agar melaporkan hartanya secara akurat.

"KPK masih mendapati banyak laporan kekayaan yang disampaikan tidak akurat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Selasa (7/9/2021).

Ipi mengatakan, berdasarkan data KPK per semester 1 tahun 2021 ini, tingkat kepatuhan LHKPN bidang legislatif di tingkat pusat terjadi penurunan kepatuhan. Pada periode sebelumnya tercatat 74 persen bidang legislatif melaporkan hartanya, namun kini menurun menjadi 55 persen.

Meski demikian, secara nasional dari seluruh bidang eksekutif, legislatif, yudikatif, dan BUMN/BUMD terjadi peningkatan kepatuhan dari 95 persen menjadi 96 persen. Ipi mengatakan, kepatuhan LHKPN menjadi bukti komitmen penyelenggara negara dalam pencegahan korupsi.

"Komitmen tersebut seharusnya didasari pada keyakinan bahwa penyelenggara negara wajib menjaga integritas dengan menunjukkan transparansi dan akuntabilitasnya sebagai pejabat publik," kata Ipi.

Ipi mengatakan, KPK sudah memberikan kemudahan pelaporan secara online, tidak mengharuskan melampirkan semua dokumen kepemilikan harta, serta memberikan bimbingan teknis dan sosialisasi pengisian LHKPN secara regular.

"Sehingga, tidak ada alasan bagi penyelenggara negara untuk tidak melaporkan harta kekayaan secara tepat waktu dan akurat. Menyampaikan LHKPN kini sangat mudah dan cepat," kata Ipi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya