Tradisi Aneh Kyrgyzstan: Culik Perawan Untuk Dikawin Paksa

Aksi penculikan perawan jamak dilakukan di Kyrgyzstan. Perbuatan kriminal yang dianggap tradisi.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Des 2012, 06:08 WIB
Diterbitkan 13 Des 2012, 06:08 WIB
tradisi-kirgistan-121212d.jpg
Untuk sebagian gadis Kyrgyzstan, hidup bersama pria yang dicintai adalah mimpi terlarang. Nyaris tak ada pilihan selain pasrah, sampai seorang laki-laki -- entah siapa -- menculik dan menikahi mereka secara paksa.

Seperti yang terjadi pada  Cholpon Matayeva. Di usia 19 tahun, ia dibekap, diseret, dan diculik oleh lelaki yang sama sekali tak dikenal. Yang tiba-tiba menjadi suaminya.

Cholpon sebenarnya  tak mau menikahi pria itu. Tapi, seperti halnya gadis lain, ia terlalu takut untuk melawan. "Sudah jadi aturan, jika kau diculik kau harus bersedia tinggal," kata Zabila Matayeva, adik Cholpon, seperti dimuat BBC, Rabu (12/12/2012).

Zabila menambahkan, Cholpon menderita tekanan psikologis akibat pemaksaan itu. "Keluarga suaminya selalu menekankan, mereka juga korban penculikan. Yang meski memasuki perkawinan dengan berurai air mata, toh akhirnya bahagia," kata dia.

Namun, bahagia hanya di awang-awang. Suaminya justru kerap memukulinya. Cholpon memaksa diri tetap tinggal, ia tak ingin bikin malu.

Hingga akhirnya tragedi terjadi, ketika Cholpon mengajukan cerai setelah 10 tahun berumah tangga. Suaminya menikamnya hingga tewas. Pria kejam itu akhirnya harus meringkuk di balik bui selama 19 tahun.

Pengalaman Cholpon membuat Zabila tergerak dan menjadi relawan Women' Support Centre (WSC), organisasi penentang penculikan pengantin.

Dalam beberapa kasus penculikan, korban bahkan diperkosa di malam pertamanya pasca penculikan. Setelah kehormatannya terenggut, sebagian besar setuju menikah dengan pelaku. Yang menolak bakal diperlakukan seperti barang rusak. Tak dianggap berharga.

Ternak Lebih Berharga dari Wanita

Aksi penculikan perawan jamak dilakukan di Kyrgyzstan. Menurut daftar badan ombudsman, sekitar 8.000 gadis diculik dan dikawin paksa setiap tahunnya di seluruh negara.

Versi Women' Support Centre (WSC) bahkan lebih banyak, 12.000 kasus per tahun. Mayoritas terjadi kawasan miskin dan pedesaan.

Sebenarnya sudah ada aturan yang melarang praktek itu. Namun, hukumannya terlampau ringan.

Dalam UU yang saat ini ada, seorang pria menghadapi ancaman denda atau maksimal pidana tiga tahun, jika terbukti menculik seorang perempuan untuk dinikahi paksa.

"Ini keterlaluan," kata Rimma Sultanova dari WSC. "Hukuman untuk mencuri ternak 11 tahun, sementara untuk menculik seorang gadis maksimal hanya 3 tahun."

Para pembuat kebijakan sedang mengajukan revisi pidana menjadi tujuh tahun.

Ainuru Altybayeva anggota parlemen yang mengusulkan revisi mengatakan hanya sedikit kasus yang diadili dengan UU yang sudah ada.

Alasan utamanya, dalam aturan tindakan hukum hanya bisa diambil jika korban mengajukan tuntutan. Ini sangat jarang, para korban biasanya pasrah dan tak mau menarik perhatian.

Dalam aturan baru, penculikan gadis akan dikategorikan sebagai kejahatan berat. Tanpa laporan korban, aparat hukum wajib ambil tindakan.

Dianggap Tradisi

Namun, tak semua legislator mendukung.  Beberapa mengklaim aturan itu melanggar tradisi dan akan berakibat serius bagi masyarakat.

"Bisa-bisa semua semua orang Kyrgyzstan masuk penjara jika kita memperberat hukuman bagi penculikan pengantin," kata anggota parlemen Kojobek Ryspaev, selama pembahasan RUU dalam sidang parlemen.

Mereka berdalih penculikan adalah jalan keluar. Sebab, orang tua dan kerabat terus-menerus menekan pemuda di Kyrgyzstan untuk menikah setelah mereka mencapai usia tertentu.

Bagi banyak orang, terutama bagi keluarga miskin, penculikan adalah cara termurah dan tercepat untuk menikahkan anak mereka.

Jika UU disahkan, semua kerabat yang berperan dalam proses penculikan terancam masuk bui. "Ini adalah tradisi. Akan tetap ada, tak peduli hukum apa yang berlaku, kata salah satu penduduk, Bishkek Bobek.

Apapun, kisah Cholpon jadi argumentasi kuat. Tak mungkin sebuah pernikahan akan berlangsung bahagia, jika diawali dengan pemaksaan. Dan, kekerasan seharusnya tak diadopsi jadi tradisi.

Baca juga:
1. Vatikan Angkat Bicara Soal Kiamat Maya
2. 'Rumah Halal' Untuk Muslim Picu Debat Panas di Belanda
3. Heboh! Sinar Kosmik Mars Ledakkan Semua Ponsel
4. Wisler: Wajar Jika Proyek Hambalang Membengkak
5. Lebih Pilih Polri, Satu Penyidik KPK Mundur




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya