Sikapi Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja, DPR Dinilai Sudah Terbuka Masukan Masyarakat

Adi melihat, lembaga perwakilan rakyat juga sudah cukup terbuka dalam menyikapi putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2021, 20:40 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2021, 17:39 WIB
Jelang Sidang Pembacaan Putusan, Penjagaan Gedung MK Diperketat
Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja melanggar inkonstitusional. MK memberi waktu dua tahun agar pemerintah dan DPR melakukan revisi UU tersebut.

Pengamat Politik dari Parameter Politik, Adi Prayitno, menilai, tak ada yang salah dalam proses pembahasan UU Cipta Kerja. Dia mengatakan, DPR sudah memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja.

Adi melihat, lembaga perwakilan rakyat juga sudah cukup terbuka dalam menyikapi putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Adi mencontohkan, seperti menyebarkan undangan kepada sejumlah kalangan terkait dalam rangka menyerap aspirasi bahkan agenda-agenda sidang juga disebar kepada wartawan. Namun, karena UU tersebut hanya diketahui kalangan elite, maka masyarakat di bawah tidak cukup untuk mengetahuinya.

"DPR sudah memberi waktu untuk menyerap aspirasi masyarakat. Tapi karena undang-undang ini diketahui kalangan elite tertentu, elit pemerintah, elite politik, elite aktivis, jadi seperti di atas awan. Kalangan bawah banyak yang tidak tahu," kata Adi saat dihubungi, Senin (29/11).

Menurutnya, hal itulah yang kemudian membuat proses pengesahan UU tersebut berjalan cukup cepat. Dan penolakan atasnya terjadi di ujung yaitu ketika UU itu sudah disahkan.

"UU-nya seribu halaman lebih. Tidak semua orang bisa memahami materinya. Bahkan banyak yang demo, ketika ditanya tidak tahu isinya," ujarnya lagi.

Meski demikian, Adi menilai, putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut bersifat paradoks atau dilematis. Alasannya, MK memutuskan bahwa UU itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Tapi di sisi lain, mereka memberi waktu 2 tahun untuk memperbaiki undang-undang tersebut.

"Putusan MK itu malah menimbulkan kegaduhan di masyarakat," kata Adi lagi.

Dia pun pesimis, UU tersebut bisa direvisi atau diperbaiki. Terlebih, dua tahun lagi memasuki tahun politik. "Mungkin setelah pemerintahan Jokowi, bisa diperbaiki," katanya.

Lantas, apakah putusan itu akan berdampak signifikan terhadap dunia usaha? Adi menyebut tidak bisa diukur. Karena UU tersebut baru berjalan satu tahun kemudian dianulir, dan diminta untuk diperbaiki.

 

 

Bunyi Putusan MK

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya