Belum Ditahan, KPK Minta Eks Dirjen Kemendagri Hadiri Pemeriksaan

KPK meminta mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto kooperatif.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Jan 2022, 19:13 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 19:13 WIB
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto
Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto (MAN), sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

Namun Ardian belum ditahan tim penyidik. KPK pun meminta Ardian kooperatif dengan pemanggilan pemeriksaan dalam kasus ini.

"KPK menerima konfirmasi dari MAN yang menyatakan berhalangan hadir dengan alasan sakit dan KPK menghimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (27/1/2022).

Tersangka lain dalam kasus ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) ditahan selama 20 hari pertama dimulai sejak 27 Januari 2022 sampai 15 Februari 2022.

"LMSA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Karyoto.

Sementara Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur sudah ditahan lebih dulu dalam kasus kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ardian, Laode, dan Andi ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus ini berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Penyalahgunaan Wewenang

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Karyoto menyebut, Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Andi menyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.

"Atas penerimaan uang oleh MAN (Ardian), permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan AMN (Andi) disetujui dengan adanya bubuhan paraf MAN pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," kata Karyoto.

Atas perbuatannya, Ardian dan Laode disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Andi Merya disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Infografis

Infografis Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Kena OTT KPK
Infografis Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Kena OTT KPK (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya