Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo meyakini risiko lonjakan kasus Covid-19 saat mudik Lebaran bisa diredam. Hal ini karena kadar antibodi Covid-19 masyarakat Indonesia yang sudah tinggi yakni, sebesar 99,2 persen.
"Antibodi COVID-19 sudah 99 persen adalah hasil studi ilmiah terhadap 21 kabupaten/kota asal mudik di Jawa-Bali," kata Abraham dikutip dari siaran persnya, Rabu (19/4/2022).
Baca Juga
"Kalkulasi secara ilmiah, risiko lonjakan kasus akibat mudik bisa teredam dengan tingginya antibodi masyarakat daerah asal mudik," sambungnya.
Advertisement
Kendati begitu, dia tetap menghimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai gejala-gejala Covid-19 dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Terlebih, jika di daerah tujuan mudik masih ada lansia yang belum divaksin.
"Masyarakat jangan jumawa, jangan lupa masker. Kalo demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan tetap harus waspada. Memiliki antibodi bukan jaminan tidak bisa menulari ke orang lain. Apalagi jika di lingkungan sekitar pemudik ada lansia yang belum divaksin,” tegasnya.
Seperti diketahui, hasil survei Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan, antibodi COVID-19 masyarakat Indonesia sudah mencapai 99,2 persen. Baik itu antibodi yang berasal dari vaksinasi maupun infeksi.
Sero survei ini dilakukan pada Maret 2022. Hasil sero survei juga menunjukkan bahwa titer antibodi sudah ribuan, yakni 7-8 ribu.
"Ini menunjukkan bukan hanya banyak masyarakat yang memiliki antibodi, tapi kadar antibodinya juga tinggi," ungkap Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi, dalam siaran pers, Senin 18 April 2022.
Potensi Lonjakan COVID-19 Pasca Mudik Tetap Ada
Epidemiolog Dicky Budiman menerangkan terkait potensi lonjakan COVID-19 pasca mudik Lebaran tahun ini.
“Potensi adanya peningkatan kasus pasca mudik tentu tetap ada karena bagaimanapun kita masih memiliki populasi rawan yang jumlahnya kurang lebih 20 persen. Baik karena belum divaksinasi atau karena penurunan imunitas,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan video Senin (18/4/2022).
Dengan proporsi yang kurang lebih 20 persen ini, jika merujuk populasi Indonesia yang mendekati 300 juta tentu ini sudah sangat signifikan. Bahkan, jumlahnya melebihi jumlah penduduk Singapura, Kamboja, dan Laos.
“Ini tentu juga membawa kerawanan tersendiri karena sebarannya yang terutama di daerah perifer, di daerah yang cakupan vaksinnya belum memadai, bukan hanya di luar Pulau Jawa tapi juga di sebagian Pulau Jawa. Terutama yang bukan wilayah aglomerasi.”
Dengan adanya potensi itu, lanjut Dicky, maka diperlukan upaya mitigasi. Sebelum potensi lonjakan sampai ke kelompok rawan, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk melindungi baik dari sisi akselerasi atau percepatan vaksinasi maupun juga diuntungkan demografi yang didominasi usia muda.
“Perlu sekali mitigasi bukan hanya karena bicara mudik, tapi sebelum kita capai 90 persen vaksinasi dua dosis dan 50 persen vaksinasi 3 dosis maka mitigasi ini masih sangat penting.”
Pasalnya, dalam 3 tahun pandemi COVID-19, kelompok rentan yang 20 persen semakin mengerucut pada kelompok yang betul-betul rawan. Termasuk lanjut usia (lansia), komorbid yang belum vaksinasi, dan anak-anak di bawah usia 5.
Advertisement
Ketika Abai Mitigasi
Dicky menambahkan, ketika Indonesia abai terhadap mitigasi maka kelompok rentan yakni lansia, komorbid yang belum vaksinasi, dan anak di bawah usia 5 akan menjadi beban di fasilitas kesehatan.
Jika mereka terpapar COVID-19, maka kemungkinan mengidap gejala berat sangat tinggi.
“Ini yang juga terjadi pada level global saat ini dengan subvarian BA2 yang saat ini meningkat di Amerika, Eropa, bahkan China saat ini melakukan lockdown.”
“Dan ini memberi pesan penting bagi kita bahwa COVID-19 khususnya varian Omicron saat ini yang mendominasi dunia harus menjadi hal yang kita antisipasi dan mitigasi betul.”
Walau demikian, Dicky tak memungkiri bahwa situasi COVID-19 di Indonesia sudah jauh membaik. Lonjakan yang terjadi pun tidak seperti dua tahun terakhir yang begitu besar.
“Tapi ingat, dengan populasi kita yang besar ini, ledakan sekecil apapun itu bisa berdampak signifikan. Oleh karena itu, mitigasi seperti memastikan orang mudik memiliki proteksi dan kemungkinan kecil menularkan virus itu menjadi sangat penting.”
Status Krisis Belum Terlampaui
Dicky menambahkan, status krisis COVID-19 di dunia maupun nasional belum terlampaui.
“Status atau fase akut emergensi pandemi ini hanya bisa dilalui ketika setidaknya kurang lebih 70 persen dari total penduduk sudah mendapatkan dua dosis dan itu saya kira bisa kita raih dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata Dicky.
Terkait mudik aman atau tidak, ia menyebut bahwa mudik belum terlalu aman tapi jauh lebih aman ketimbang dua Lebaran sebelumnya.
“Sehingga upaya mitigasi perlu dilakukan dalam bentuk sudah divaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan. Artinya potensi lonjakan tetap ada karena masih ada kurang lebih 20 persen penduduk yang masih rawan dan belum memiliki antibodi.”
Advertisement