Cegah Radikalisme, Ketua Alumni Al Azhar Banten: Pendidikan Islam Harus Kenalkan 4 Mazhab

Dengan mempelajari berbagai mazhab, umat Islam akan lebih toleran dengan memahami dan menghormati perbedaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2022, 22:48 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 22:48 WIB
Perpustakaan
Ilustrasi (sumber: ubergizmo.com)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi melarang kegiatan Khilafatul Muslimin pimpinan Abdul Qadir Hasan Baraja. Organisasi itu dianggap menyebarkan radikalisme termasuk akan mengubah Pancasila.

Tokoh Kota Cilegon yang juga Ketua Alumni Al Azhar Mesir Banten, Asep Sofwatullah, berpendapat pendidikan Islam harus mempelajari semua mazhab guna mencegah radikalisme dan sikap menang sendiri.

Menurut Asep, lembaga pendidikan Islam perlu mengadopsi kurikulum Al Azhar Mesir. Sebagai perguruan tinggi tertua di dunia, Al Azhar Mesir mengajarkan Islam moderat yang rahmatan lil alamin.

“Radikalisme itu berbahaya. Untuk mencegahnya, semua lembaga pendidikan Islam harus mengenalkan mazhab besar," kata Asep dalam keterangannya, Kamis (23/6/2022).

Dalam Islam ada 4 mazhab besar, yaitu Mazhab Hambali, Hanafi, Maliki dan Syafii. Dengan mempelajari berbagai mazhab, umat Islam akan lebih toleran dengan memahami dan menghormati perbedaan. Pasalnya masing-masing mazhab memiliki pendapat yang tidak selalu sama dalam menjalankan ibadah.

“Dengan mempelajari mazhab utama, umat Islam menjadi tidak fanatik terhadap satu pemahaman tertentu saja. Jadi tidak ada ngotot-ngototan dan merasa benar sendiri. Ini hal yang terpenting, menumbuhkan sikap tolerasnsi,” kata Asep yang juga Sekretaris Camat Bojonegara, Cilegon.

Cara Wudhu misalnya, ada sejumlah perbedaan. Demikian juga Qunut pada saat Salat Subuh dan lain-lain.

“Jadi intinya membentuk umat Islam yang memiliki wawasan luas. Jadi tidak akan lagi mengkafirkan kelompok lain,” terang Asep Sofwatullah.

Asep mencontohkan sebelumnya antara orang NU dan Muhammadiyah sering terlibat dalam perdebatan yang tidak ada ujungnya terkait pemahaman yang berbeda. Namun belakangan, antaranggota kedua organisasi Islam terbesar Indonesia tersebut jarang muncul perdebatan yang berlarut-larut.

“Ini karena orang Muhammadiyah mempelajari NU, demikian pula orang NU mempelajari Muhammadiyah. Jadi akhirnya saling toleran,” terang lulusan Universitas Al Azhar, Mesir.

 

Soal Khilafatul Muslimin

Mengenai Khilafatul Muslimin, Asep Sofwatullah menilai banyak pihak yang menyalahgunakan untuk kepentingan orang tertentu untuk berkuasa.

“Terus siapa yang menjadi khalifah, nanti akan perang terus tak henti berebut menjadi khalifah,” tutur Asep.

Menurut Asep, khalifah adalah pemimpin dan Indonesia sudah ada pemimpin yaitu presiden. Dan pemilihan presiden sudah ada mekanisme tertentu yang baku dan diterima semua pihak sehingga tak terjadi perang.

“Khalifah dalam bahasa bahasa Indonesia adalah pemimpin. Indonesia sudah punya pemimpin yaitu Presiden,” terang Ketua Alumni Al Azhar wilayah Banten tersebut.

Infografis perguruan tinggi terpapar radikalisme
Infografis perguruan tinggi terpapar radikalisme (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya