Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi kemunculan tiga bibit siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia. Bibit siklon tropis ini mengakibatkan cuaca ekstrem di beberapa wilayah Indonesia.
Hingga dapat menimbulkan banyak kerugian, baik secara materil dan imateril. Selain itu, cuaca ekstrem dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.
Baca Juga
Untuk menghadapi cuaca ekstrem ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan mitigasi bencana. Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan koordinasi mitigasi bencana ini dilakukan sejak Oktober 2022 lalu.
Advertisement
"Cuaca ekstrem tidak hanya minggu ini, tapi sudah terjadi sejak Oktober lalu. Koordinasi untuk mitigasi ini merupakan rangkaian kesiapsiagaan yang kami lakukan sejak awal musim hujan," kata Abdul kepada Liputan6.com di Jakarta.
Abdul mengatakan, hingga saat ini BNPB masih melakukan kajian bersama BMKG apakah perlu menggunakan modifikasi cuaca untuk mencegah banjir dan tanah longsor pada saat cuaca ekstrem ini. Misalnya saja di Manado, kata Abdul, saat ini BNPB telah meminta kajian dari BMKG perlu atau tidak dilakukan modifikasi cuaca sampai akhir musim hujan.
"Kita masih menunggu, kalau nanti diperlukan di Manado, karena kita khawatirkan longsor dan banjir baru akan surut lalu hujan lagi, nah itu kita standby," kata Abdul.
Sementara untuk wilayah Sulawesi Selatan, Bali, NTT, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jabodetabek, kata Abdul, pihaknya sudah bersiap.
"Tapi ini kita lakukan jika ada kajian atau laporan dari BMKG yang benar-benar mengkhawatirkan," kata dia.
Misalnya, kata Abdul, seperti yang terjadi pada saat Natal dan Tahun Baru di mana ada potensi hujan ekstrem pada 27-30 Desember 2022 sehingga BNPB langsung melakukan modifikasi cuaca.
"Hasilnya tidak ada kejadian banjir yang signifikan," ujarnya.
Untuk cuaca ekstrem akibat siklon tropis ini, kata Abdul, BNPB juga masih menunggu hasil kajian dari BMKG apakah memerlukan morifikasi cuaca atau tidak.
"Kita akan lihat dari BMKG yang benar-benar perlu intervensi segera. Tapi jika akan terjadi hujan lebat tanpa ada ekstimasi ekstrem yang berpotensi bencana maka kita tidak akan turun. Tapi kalau memang ada perkiraan BMKG yang sangat berpotensi banjir, banjir bandang dan tanah longsor, kita akan intervensi," ujarnya.
Selain itu, BNPB juga mengimbau agar masyarakat membiasakan diri untuk inisiatif menyelamatkan diri jika ada potensi bencana. Terutama warga yang berada di sekitar aliran sungai, tebing curam yang memiliki vegetasi yang tidak cukup kuat.
"Perhatikan durasi hujan. Kalau misal hujan lebat, terjadi lebih dari 1 jam berturut-turut artinya debit air di hulu sudah besar maka warga yang berada di aliran sungai atau tebing yang curam ada potensi banjir atau tanah longsor segera evakuasi mandiri. Jangan tunggu diminta kades, lurah, dan babinsa," kata Abdul.
Hujan lebat yang dimaksud Abdul, kata dia, adalah hujan yang menganggu jarak pandang hingga 100 meter.
"Misal di komplek, tetangga kita jaraknya 100 meter dari rumah kita waktu hujan siang hari kita lihat jendela rumahnya tidak keihatan. Lalu kalau malam disenter kalau kita tidak bisa lihat rumah tetangga maka hujannya sudah cukup deras," kata dia.
Sementara BMKG juga mengimbau kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk siap-siaga dan waspada menghadapi cuaca ekstrem akibat kemunculan tiga bibit siklon tropis ini dengan memastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air siap untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan.
Selain itu, melakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan pemotongan lereng atau penebangan pohon yang tidak terkontrol serta melakukan program penghijauan secara lebih masif.
"Melakukan pemangkasan dahan dan ranting pohon yang rapuh serta menguatkan tegakan/tiang agar tidak roboh tertiup angin kencang. Khusus yang berada di wilayah lereng pegunungan dan bukit waspadai tanah longsor, dan yang berada di daerah aliran sungai waspada banjir bandang," ujar Deputi Meteorologi BMKG Guswanto.
Sementara Pakar Kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mengatakan mitigasi bencana bukan hanya urusan pemerintah pusat dan daerah, tetapi semua pihak. Pemerintah dan pemerintah daerah, kata dia, harus membuat kebijakan pembangunan yang mengarusutamakan mitigasi.
Selain itu, lembaga usaha juga perlu menerapkan upaya produksi yang tidak menimbulkan risiko bencana.
"Seperti kita ketahui industri sawit, ekspoitasi sumberdaya mineral dan batubara, serta pengelolaan hutan yang tidak selayaknya, menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas daerah aliran sungai," kata Eko kepada Liputan6.com.
Oleh karenanya, warga di kawasan berpotensi terdampak perlu bersiap siaga beradaptasi atau mensiasati kondisi tersebut.
"Kita bisa melihat, cek kembali apakah ada kerentanan tinggi yang ada di sekitar kita, sehingga risikonya tinggi. Melihat kembali apakah kita berada di kawasan rawan banjir dan longsor. Dan kita siapkan untuk itu," ujar dia.
Caranya, kata Eko, dengan memantau kehadiran bahaya, meningkatkan kemampuan sistem peringatan dan sisteminasi informasi, meningkatkan kapasitas dalam merespon dan menentukan jalur evakusi.
Eko juga mengingatkan bahwa potensi banjir dan longsor sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem tetapi juga tergantung dari kualitas daerah aliran sungai tempat hujan tersebut potensi diturunkan.
"Semakin buruk kualitas DAS, maka potensi bencananya semakin kuat. Banjir dan longsor, bukan cuma urusan cuaca, tapi juga karena kualitas pengelolaan lahan yang ada, tidak memperhatikan kapasitas lahan," kata Eko.
Wilayah Berstatus Siaga dan Waspada
BMKG mengungkap wilayah dengan potensi siaga dampak hujan lebat pada 6-7 Februari 2023 yaitu Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Maluku.
Khusus Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), berdasarkan prakiraan berbasis dampak, wilayah dengan potensi waspada dan siaga dampak hujan lebat periode tanggal 6 - 7 Februari 2023 perlu diwaspadai di sebagian wilayah. Yang berstatus siaga yaitu di wilayah Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya,
Semenetara berstatus waspada di wilayah Sumba Tengah, Ende, Nagekeo, Manggarai Timur, Kota Kupang, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, Belu, Kupang, Timor Tengah Utara, , Alor, Rote Ndao, Malaka, Flores Timur, dan Sumba Timur.
Sedangkan, kondisi cuaca periode sepekan 6- 12 Februari 2023 perlu diwaspadai potensi hujan sedang-lebat di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
"Kemunculan tiga bibit siklon ini juga berpotensi mengakibatkan gelombang tinggi di sejumlah wilayah perairan Indonesia pada 6 - 12 Februari 2023 dengan tinggi gelombang bervariasi mulai dari 1,25 - 6 meter," ujarnya.
3 Bibit Siklon Tropis
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi kemunculan tiga bibit siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia.
Pertama Bibit Siklon Tropis 94S yang terpantau berada di Samudra Hindia sebelah barat daya Bengkulu, dengam kecepatan angin maksimum 30 knot, dan tekanan udara minimum 1000.2 mb.
"Sistem ini bergerak ke arah timur tenggara dengan potensi untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan berada dalam kategori sedang," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu 5 Februari 2023.
Kedua Bibit Siklon Tropis 95S yang terpantau berada di Samudra Hindia sebelah Selatan Banten dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan tekanan udara minimum 1004.2 mb. Sistem ini bergerak ke arah Barat dengan potensi untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam kedepan berada dalam kategori Rendah.
Dan ketiga, Bibit Siklon Tropis 97S yang terpantau berada di Samudra Hindia Selatan NTB dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan tekanan udara minimum 1002.8 mb. Sistem ini bergerak ke arah tenggara dengan potensi untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam kedepan berada dalam kategori Rendah.
"Kemunculan tiga bibit siklon tropis ini mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan, kecepatan angin, dan ketinggian gelombang laut di sekitar wilayah siklon tropis," ungkap Dwikorita.
Dwikorita menyebut, kondisi atmosfer menunjukkan beberapa fenomena yang mendukung pembentukan awan hujan yang lebih intensif dalam beberapa waktu ke depan diantaranya kondisi aktifnya Madden Jullian Oscillation (MJO), gelombang Rossby Ekuator dan gelombang Kelvin di beberapa wilayah Indonesia.
Selain itu, Monsoon Asia yang masih aktif serta bibit siklon tropis, pusat tekanan rendah dan sirkulasi siklonik yang membentuk daerah belokan, pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) dapat meningkatkan aktifitas konvektif dan dapat memaksimalkan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia dalam beberapa hari ke depan.
Advertisement
Fenomena Bulan Purnama
Selain munculnya 3 siklon tropis. fenomena lain yang juga perlu diwaspadai adalah Bulan Purnama pada tanggal 5 Februari yang berpotensi meningkatkan ketinggian pasang air laut maksimum yang berpotensi mengakibatkan terjadinya banjir pesisir (rob).
Kondisi ini secara umum dapat menganggu aktivitas keseharian masyarakat di sekitar pelabuhan dan pesisir. Seperti aktivitas bongkar muat pelabuhan, aktivitas di pemukiman pesisir, serta aktivitas tambak garam dan perikanan darat.
Menurut BNPB, beberapa daerah yang berpotensi terjadi banjir rob adalah Jakarta, Semarang, Kudus, Pati, dan Brebes.
"Di sekitar wilayah Pantura pasti ada, karena secara umum ini daerah yang penurunan muka tanahnya sangat signifikan," kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.
Rob, kata Abdul, jika tidak terjadi penurunan muka tanah sebenarnya tidak akan menyebabkan banjir. Sebab rob adalah fenomena alam biasa.
"Tapi kalau daerah pesisirnya subsiden karena pengambilan air tanahnya seperti Semarang, DKI, Karawang akan berpengaruh signifikan," kata dia.
Untuk mengatasi masalah menahun ini, kata Abdul, maka perbaikan ekosistem yang harus dilakukan. Misalnya, perbaikan ekosistem di kawasan pesisir, revitalisasi mangrove, tambak-tambak yang sudah tidak produktif kembali ditanami mangrove dan harus distop pengambilan air tanah di situ," tandas Abdul.