Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo Tahun 2020-2022.
Penetapan tersangka politikus Nasdem ini terjadi saat suasana politik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Surya Paloh tengah merenggang.
Baca Juga
Memanasnya hubungan Jokowi dan Surya Paloh ini berawal dari perbedaan pilihan politik di pilpres 2024. Surya Paloh mengusung Anies Baswedan, sementara Jokowi bersama partainya, PDIP, mencalonkan Ganjar Pranowo.
Advertisement
Pengamat politik Arifki Chaniago menilai penetapan tersangka Sekjen Partai Nasdem ini dipastikan akan memperuncing hubungan Surya Paloh dan Jokowi. Sebab, penetapan tersangka Johnny G. Plate dilakukan saat momen politik yang bakal merugikan Nasdem secara elektoral. Apalagi, kata dia, pemberitaan sudah mengarah bahwa duit korupsi mengarah ke partai politik.
"Ini akan menjadi sinyal Nasdem untuk menjelaskan posisinya dengan Jokowi," kata Arifki kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat, (19/5/2023).
Selama ini Nasdem masih berdiri di dua kaki. Di mana saat ini Nasdem masih berada di dalam kabinet Jokowi sementara satu sisi mendukung pencapresan Anies Baswedan yang mengusung slogan 'Perubahan'.
Selain itu, nasib hubungan Jokowi dan Surya Paloh juga akan tergantung dari keputusan siapa yang akan dipilih untuk menggantikan posisi Johnny G. Plate sebagai Menkominfo.
"Kalau Jokowi menggantinya dengan kader Nasdem, maka Jokowi masih bersama Nasdem. Kalau di luar Nasdem maka secara tidak langsung mengusir Nasdem di kabinetnya," ujarnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan hubungan Jokowi dan Surya Paloh saat ini sudah kusut dan semakin rumit.
"Semakin sulit untuk mencari titik temu karena tanda-tanda keduanya mulai meretak kan sudah lama. Terutama sejumlah pertemuan-pertemuan partai pendukung pemerintah, Nasdem tidak diundang. Itu artinya tidak dianggap sebagai koalisi pemerintah," kata Adi kepada Liputan6.com.
Apalagi, kata dia, penetapan tersangka Sekjen Partai Nasdem ini akan membuat hubungan makin suram, makin gelap gulita dan sulit untuk disatukan kembali.
"Apalagi Nasdem disaat bersamaan sudah mulai nyaring, sudah mulai lantang menyerang Jokowi," ujarnya.
Sementara Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai bahwa relasi politik antara Jokowi dan Surya Paloh tidak akan mesra seperti dahulu. Meski dia meyakini hubungan pribadi antara Jokowi dan Surya Paloh tidak akan memanas.
"Saya rasa hubungan personal tidak akan memanas karena mereka ini negarawan, Jokowi tidak akan terganggu, apalagi Jokowi juga mengatakan bahwa kasus ini murni penegakan hukum di Kejagung," kata Emrus kepada Liputan6.com.
Namun, kata dia, mau tak mau Jokowi harus mengganti Johnny G. Plate karena sudah tak bisa lagi menjalankan tugasnya sebagai menteri.
Surya Paloh sendiri menyatakan menerima dengan lapang dada jika kadernya dicopot dari kabinet buntut penetapan tersangka ini. Soal reshuffle dia menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi, karena memang hak prerogatif presiden.
"Kita terima. Kita konsisten, itu hak prerogatif presiden. Dan kita tidak pernah bergoyah untuk mengatakan apa yang telah kita utarakan. Konsistensi itu paling tidak itulah sumbangsih yang bisa kita berikan pada partai ini," kata Surya Paloh beberapa waktu lalu.
Surya Paloh juga menegaskan tidak akan mengajukan nama ke Presiden Jokowi untuk menggantikan Plate.
"Kalau kita konsisten ini hak prerogatif presiden, bagaimana kita mengajukan baru? Salah-salah presiden enggak suka. Enggak ada yang lebih bodoh dari NasDem untuk mengajukan nama baru, tanpa diminta oleh presiden. Sekali lagi, itu adalah hak prerogatif presiden," tuturnya.
Pengaruhi Elektabilitas Nasdem dan Pencalonan Anies Baswedan
Saat ini, Paloh menilai yang terjadi pada Johnny Plate semata perkara hukum yang harus dijalani prosesnya.
"Tanggapan saya, ini harus mengkaji ulang, apakah itu benar (intervensi). Dalam proses itu saya berkontemplasi. Sejauh ini saya berpikir positive thinking, enggak ada itu intervensi. Sejauh ini," kata Surya Paloh.
Namun, lanjut Paloh, ke depan siapa yang bisa menggaransi proses hukum berjalan dengan baik tanpa ada intervensi dari siapa pun.
"Kita kan enggak tahu siapa yang garansi bahwa kasus ini tidak diintervensi. Mungkin sekarangm saat ini tidak, besok, lusa, minggu depan bisa saja terjadi (intervensi)," kata Paloh.
"Semuanya, apabila kita sayang pada negeri ini, buanglah kepentingan-kepentingan subjektivitas, buanglah kepentingan-kepentingan sesaat jika memang kepentingan strategis yang lebih besar menunggu kehadiran kita," tuturnya.
Surya mengakui, usai kasus Plate mencuat, akan memengaruhi elektabilitas Partai NasDem dan bakal calon presiden yang diusungnya, Anies Baswedan. Namun, kata dia, itu semua tergantung dari persepsi dan opini yang dibentuk media.
"Pengaruh pasti ada. Isu-isu partai politik yang dibangun oleh kekuatan persepsi dan keyakinan publik salah satu faktor atau key factor, menentukan sekali," kata Paloh.
"Barangkali kalau wartawan punya opini, 'Nasdem itu memang udahlah emang partainya bulshit itu, enggak ada artinya, lemah itu, bohong itu, memang perlu kita hukum itu. Rusak itu elektoral itu. Tergantung bagaimana kita membangun persepsi publik dan itulah peran rekan-rekan institusi pers yang saya nantikan, saya harapkan pers yang bebas dan tetap mempunyai rasa tanggung jawab pada profesional dan etik yang kita miliki," tuturnya.
Pengamat politik Arifki Chaniago menilai seharusnya Nasdem menarik menterinya di kabinet dan mempertegas posisinya sebagai oposisi pemerintah. Meskipun risikonya, proses hukum yang menjerat Johnny G. Plate akan dipercepat.
"Tapi dengan berbagai risiko itu maka Nasdem akan diuntungkan secara elektoral sebagai oposisi, kalau Nasdem bisa mengelola isu ini. Ini akan jadi pertaruhan bagi Nasdem," ujar Arifki.
Sementara Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing berharap Nasdem tidak akan membangun persepsi publik sebagai partai yang 'terzolimi' untuk menyelamatkan elektabilitasnya.
"Para politisi ini memang sering membuat framing tanpa ada dasar, fakta dan bukti yang kuat sehingga memposisikan penegak hukum tidak baik di mata masyarakat. Kita nantikan saja bagaimana prosesnya bertarung di pengadilan, pilih pengacara kawakan untuk bertarung, saya kira itu lebih produktif," ujarnya.
Jokowi Pastikan Tak Ada Intervensi dalam Kasus Johnny G. Plate
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sendiri mengatakan akan menghormati proses hukum yang menjerat Johnny G. Plate.
"Kita menghormati kita harus menghormati proses hukum yang ada," kata Jokowi kepada wartawan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Saat ditanya soal adanya intervensi politik terkait kasus Johnny G.Plate, Jokowi hanya menjawab dirinya meyakini Kejaksaan Agung (Kejagung) akan bekerja secara terbuka dan profesional.
"Yang jelas kejaksaan agung pasti profesional dan terbuka terhadap semua yang berkaitan dengan kasus itu," jelasnya.
"Kejagung akan terbuka dan saya yakin bekerja profesional," sambungnya.
Sementara Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menegaskan Presiden Jokowi tidak akan bisa melakukan intervensi kasus hukum. Sehingga Jokowi kerap mengingatkan jajaran menterinya untuk berhati-hati bekerja agar tak tersandung kasus hukum.
"Dalam setiap kesempatan presiden telah menyampaikan kepada para menteri, para wakil menteri, kepala lembaga agar jangan pernah sekali-sekali punya masalah dengan hukum," kata Ngabalin kepada wartawan, Kamis (18/5/2023).
"Karena kapan terjadi dengan masalah hukum, maka tidak akan mungkin presiden bisa memberikan privilege atau mengintervensi dalam penyelesaian kasusnya," sambungnya.
Dia pun menekankan bahwa kasus yang menjerat mantan Sekjen Partai NasDem itu murni terkait tugas dan tanggung jawabnya sebagai Menkominfo. Untuk itu, Ngabalin meminta pihak-pihak tertentu tak mengaitkan kasus Johnny G. Plate dengan politik, khususnya Pemilu 2024.
"Sekali lagi, saya ingin menyampaikan dan menegaskan bahwa jangan pernah ada orang yang mengkait-kaitkan masalah penahanan Pak Johnny G. Plate dengan kasus politik. Apalagi, ini tahun-tahun politik dan menjelang Pemilu," jelasnya.
Dia menuturkan bahwa ini bukan kali pertamnya partai politik pro pemerintah terjerat kasus hukum. Ngabalin menyebut pejabat negara dari PDI Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, dan Partai Golkar juga pernah berurusan dengan hukum.
Menurut dia, hal ini menandakan bahwa Presiden Jokowi tak mengintervensi penegakan hukum. Termasuk, ke partai-partai koalisi pemerintah.
"Itu artinya bahwa dalam hal penegakan hukum Bapak Presiden tidak akan mungkin mengintervensi. Sehingga apa yang saya katakan tadi bahwa presiden tidak akan mungkin melakukan intervensi meskipun itu kepada partai-partai koalisi pemerintah," tutur Ngabalin.
Tak Ada Politisasi Hukum
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memastikan tidak ada politisasi hukum terkait ditetapkannya Johnny G. Plate sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
"Saya pastikan tidak ada politisasi hukum karena saya ngikutin kasus ini dari awal," ujar Mahfud.
Mahfud juga memastikan hal ini tidak berhubungan dengan partai politik dan murni penindakan hukum, sehingga ia meminta semua pihak untuk berpikir positif.
"Mari kita berpikir positif saja. Ini tidak mengarah ke partai, tapi tindak pidana dugaan tindak pidana korupsi yang nanti bisa dinilai secara terbuka di pengadilan," kata Mahfud.
Mahfud pun menyebut telah memastikan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) bahwa penetapan Johnny sebagai tersangka tidak berhubungan dengan intervensi maupun manuver politik.
"Saya sudah pastikan ke Kejaksaan Agung, 'Ini ada politiknya nggak?', 'Nggak'. Justru saya bilang, kalau memang dua alat bukti terpenuhi, ya, ditingkatkan menjadi status tersangka. Karena kalau sudah memenuhi syarat kok tidak diangkat dengan alasan kondusifitas politik, maka itu salah," ujarnya.
Advertisement
Kasus Hukum yang Menjerat Johnny G. Plate
Kejaksaan Agung telah menetapkan Menkominfo Johnny G. Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo.
Dirdik Jampidsus Kejagung Kuntadi menjelaskan bahwa alasan penetapan Johnny G. Plate sebagai tersangka karena berkaitan perannya sebagai menteri dan pengguna anggaran. Di mana telah mengakibatkan kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 8,32 triliun.
"Terkait dengan hasil penghitungan kerugian negara yang kita sampaikan beberapa hari lalu. Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 8,32 triliun," sebutnya.
Sehingga dengan adanya bukti yang cukup dan total kerugian negara yang telah berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Maka politikus Partai NasDem itu dijerat dengan Pasal 2 dan pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagai pasal turut serta dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan minimum 1 tahun penjara.
Tak berhenti di situ, Kejagung juga tengah mengusut sebaran kerugian keuangan negara yang mencapai Rp8,03 triliun lebih itu.
“Nah itu sedang kita dalami lah (ke mana saja uangnya). Takut kita ganggu penyidik. Itu kan didalami dari berkas, dari BPKP Rp8 triliun. Itu kan belum dipelajari, baru hari Senin (15 Mei laporannya),” tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah.
Menurut Febrie, penyidik mempelajari lebih lanjut hasil temuan kerugian keuangan negara tersebut dengan melakukan pendalaman lewat pemeriksaan saksi. Selain itu, tim juga akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Itu pasti butuh waktu lah,” jelas dia.
Salah satu yang dinanti, lanjut Febrie, adalah fakta persidangan dari lima tersangka awal yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo, Galumbang Menak S (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryato (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Tahun 2020.
Kemudian Mukti Ali (MA) selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
“Oleh karena itu saya dorong agar dibuka semua di persidangan supaya cepat. Supaya masyarakat bisa tahu ini kenapa rugi Rp8 triliun, siapa yang terlibat, siapa yang diuntungkan, kan kebuka semua itu nanti. Masing-masing tersangka berapa keuntungannya, nah kebuka itu nanti di persidangan. Oleh karena itu jaksa punya kewajiban untuk mempercepat disidangkan perkara (Korupsi BTS Kominfo) ini,” Febrie menandaskan.
Proyek BTS 4G BAKTI Kominfo Mangkrak
Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika diduga mangkrak.
"Mangkrak dan belum ada barangnya, yang ada pun mangkrak," kata Mahfud.
Oleh sebab itu, kata dia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian melakukan pemeriksaan.
"Semula dihitung kerugian oleh Kejaksaan itu sekitar satu, sekian triliun namun kemudian BPKP turun tangan. Diperiksa itu ternyata mulai dari perencanaan, dari mulai penunjukan konsultan, penunjukan barang, mark up dan sebagainya itu, nah itu yang kemudian dijadikan alasan," ujarnya.