Liputan6.com, Jakarta - Presenter Brigita Manohara mengaku dicecar sekitar 18 pertanyaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia rampung diperiksa berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP).
"Jadi saya diperiksa, dipanggil penyidik untuk tersangka RHP atas dugaan TPPU. Saya diperiksa, ditanyai 18 pertanyaan, dan untuk materinya bisa langsung tanya ke penyidik, ya teman-teman," ujar Brigita Manohara di gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (5/6/2023).
Baca Juga
Brigita mengakui dalam 18 pertanyaan yang dilayangkan kepadanya salah satunya berkaitan dengan penerimaan uang yang totalnya mencapai Rp 480 juta. Uang itu sudah dia kembalikan kepada penyidik KPK.
Advertisement
"Sudah dikembalikan. Rp 480 (juta) itu adalah uang dan juga mobil yang pernah saya terima, dan itu diduga hasil pidana dari tersangka RHP," kata dia.
Brigita menyebut, pertanyaan yang dilayangkan penyidik kepadanya tak jauh berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya pada Jumat (29/7/2022). Maka dari itu pemeriksaannya kali ini terbilang cepat.
"Jadi kalau kemarin itu kan pemeriksaannya hanya tindak pidana korupsi, sekarang itu tindak pidana pencucian uang. Jadi ada dua tindak pidana berbeda, yang nanti didakwakan sama Tersangka RHP," kata dia.
Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah. Dia juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Ricky Ham diduga sudah menikmati uang sekitar Rp200 miliar dalam kasus ini.
"Sejauh ini terkait dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang dinikmati RHP (Ricky Ham) sejumlah sekitar Rp200 miliar dan hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik," ujar Firli dalam jumpa pers, Senin (20/2/2023).
Firli menjelaskan, Ricky yang menjabat bupati dua periode, yaitu 2013-2018 dan 2018-2023 memiliki kewenangan menentukan sendiri para kontraktor yang akan menggarap proyek dengan nilai kontrak pekerjaan yang mencapai miliaran rupiah.
Ricky pun memberikan syarat penyetoran sejumlah uang kepada para kontraktor jika ingin menggarap proyek di Pemkab Mamberamo Tengah.
Penyuap Ricky Ham Pagawak
Adapun beberapa kontraktor yang menggarap proyek di Pemkab Mamberamo yakni Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang, Direktur PT BAP Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang, dan Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding. Ketiganya sudah dijerat sebagai tersangka penyuap Ricky Ham.
Firli mengatakan, Ricky Ham bersedia memenuhi keinginan dan permintaan ketiga kontraktor dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus kepada ketiganya.
Jusieandra Pribadi Pampang diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar. Sedangkan Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar. Sementara Marten Toding mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.
Realisasi pemberian uang pada Ricky Ham dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.
Advertisement
Ricky Ham Diduga Menerima Gratifikasi
Selain itu, Ricky juga diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak yang kemudian diduga juga dilakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan, mau pun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.
"Selama proses penyidikan, tim penyidik telah memeriksa 110 orang sebagai saksi dan juga melakukan penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis di antaranya, berbagai bidang tanah dan bangunan serta apartemen yang berlokasi di Jayapura, Tangerang, dan Jakarta Pusat serta beberapa unit mobil mewah dengan berbagai tipe," kata Firli.
Atas perbuatannya, Ricky Ham disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.