Gerindra Minta Pembahasan Amandemen UUD 1945 Didiskusikan Usai Pemilu 2024

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, amandemen UUD 1945 yang tengah ramai diperbincangkan sebaiknya didiskusikan pasca Pemilu 2024 saja.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 18 Agu 2023, 11:16 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2023, 11:16 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman (Liputan6.com/ Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, amandemen UUD 1945 yang tengah ramai diperbincangkan sebaiknya didiskusikan pasca Pemilu 2024 saja. Menurut dia, hal itu bertujuan agar tidak terjadi praduga negatif di tahun politik. 

“Soal perlu tidaknya amandemen kembali UUD 1945, baiknya baru kita diskusi setelah selesainya tahapan Pemilu 2024. Hal tersebut penting kita tegaskan agar jangan ada kecurigaan bahwa usulan tersebut digulirkan sebagai manuver politik kepentingan sejumlah pihak saja,” ungkap Habiburokhman dalam pesan singkat diterima, Jumat (18/8/2023).

Dia meyakini, diskusi soal terkait akan berjalan lebih tenang pasca usainya Pemilu 2024. Artinya, usai ada pemerintahan yang baru dan DPR periode baru, maka tidak ada ruang kecurigaan soal manuver politik yang memperebutan kekuasaan semata.

“Kita juga harus berkomitmen agar seluruh tahapan Pemilu 2024 berjalan dengan lancar tanpa diinterupsi silang sengketa soal amandemen tersebut,” tegas dia.

Sebelumnya, amandemen UUD 1945 kembali disuarakan oleh DPD RI. Menurut DPD RI, amandemen perlu didorong dengan tujuan penyempurnaan dan penguatan konstitusi. Sebab, dalam perjalanannya amandemen 1999 sampai 2002 konstitusi telah dinilai meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi.

Sebagai informasi, ada lima poin wacana amandemen UUD 45 yang digulirkan DPD RI. Pertama, adalah mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara.

Kedua, DPD RI mendorong ada anggota DPR RI berasal dari unsur perseorangan atau non partai politik. Agar dalam pembentukan undang-undang tidak didominasi kepentingan partai politik.

Ketiga, DPD RI mengingatkan memastikan utusan daerah dan utusan golongan bukan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan juga ditunjuk langsung presiden seperti era orde baru. 

 

Poin 4 dan 5

Sebab, dengan komposisi utusan daerah mengacu pada kesejahteraan wilayah yang berbasis negara lama dan bangsa Nusantara, yaitu raja dan sultan serta suku penduduk asli Nusantara. Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.

Keempat, DPD RI ingin memberikan kewenangan kepada utusan daerah dan utusan golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi RUU yang dibentuk oleh DPR bersama presiden sebagai bagian pelibatan publik yang utuh.

Kelima, menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya