Liputan6.com, Jakarta - Sebagian orang mengekspresikan sebuah karya seni pada tubuhnya. Misalnya body painting dan tato. Sebagai bentuk kepedulian ekspresi diri, tato biasanya memiliki makna tersendiri.
Bahkan, ada beberapa dari mereka yang melakukan tato karena tradisi. Seperti yang dilakukan oleh suku Mentawai dari Sumatera Barat.
"Tato itu kalau kita lihat secara keseluruhan dan sederhana adalah bagian dari kebudayaan Mentawai, dalam artian menjadi pembeda masyarakat itu sendiri, di internalnya," kata Antropolog asal Mentawai, Juniator Tulius kepada Liputan6.com.
Advertisement
Awalnya, kata Tulius, tato atau titi Mentawai merupakan ekspresi pemahaman masyarakat tentang lingkungan kemudian digabungkan dengan kepercayaan mereka. Dari perpaduan tersebut disejalankan dengan kondisi budaya secara peradabannya.
Mentawai lanjut dia, tidak mempunyai tradisi tenun, penempaan logam, ataupun yang lainnya seperti halnya wilayah lainnya di Indonesia. Karena itu suku Mentawai mencoba untuk membuat badan mereka terlihat menarik.
"Kemudian ada latar belakang di balik itu, konsepnya adalah kosmologinya, bagaimana cara pandang orang Mentawai terhadap dirinya kemudian orang di sekitarnya tersambung dengan keyakinannya," ucapnya.
Konsep kosmologi dalam bentuk tato yang dipahami masyarakat Mentawai yaitu ada langit, bumi, bawah bumi, dan kehidupan sekitarnya. Kemudian dalam konteks tato bagian dada juga terbagi menjadi tiga bagian. Yakni atas, tengah, dan bawah.
Tato Jadi Tameng
Kata Tulius, motif pada bagian depan tubuh manusia dapat juga ditemukan kemiripan polanya lukisan pada benda-benda tertentu di uma atau rumah tradisional orang Mentawai. Fungsinya dapat dimaknai sama. Ketika berada di ruang beranda kita dapat melihat benda yang menempel di dinding atas disebut jaraik.
Oleh masyarakat Mentawai jaraik bertujuan sebagai pelindung keluarga dari radiasi atau bajou yang datang dari luar yang dibawa oleh orang-orang yang berkunjug ke uma mereka. Pola yang tergambar pada jaraik mirip dengan motif tato di bagian depan tubuh manusia.
"Tato salah satu menjadi tameng. Karena dari dalam ada energi kehidupan. Terpancar walau tidak kelihatan melalui relief-relief tadi, terpancarlah perlindungan, sehingga ketika ada radiasi yang mendekat ke badan manusia, lalu motif itu lah yang menjadi benteng," ujar dia.
Advertisement
Motif Beragam
Motif yang digunakan juga sangat beragam baik untuk laki-laki ataupun perempuan. Contohnya yaitu motif durukat yang ditorehkan pada dada, sarepak abak yang biasanya digambarkan pada punggung, hingga gagai yang untuk bagian lengan.
Setiap motif titi tersebut masing-masing mempresentasikan simbol-simbol penghormatan pada roh dan keyakinan masyarakat Mentawai. Untuk membuat tato tersebut tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya dilakukan sipatiti atau orang ahlinya. Bahkan lanjut Tulius, setiap wilayah di Mentawai memiliki motif titi yang berbeda-beda.
"Di beberapa wilayah di Mentawai yang disebut dengan lokpok atau tato lokpok, itu ditaruh persis di bagian rongga dada, tapi itu ditemukan di beberapa lembah, tidak semua. Itu menjadi representasi dari kelompok yang berasal dari daerah yang sama. Kalau mereka sudah berada di daerah lain, mereka juga melakukan motif yang berbeda," jelas dia.
14 Desa Wisata Peserta ADWI 2023 Raih Penghargaan MURI
Berdasarkan siaran pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf yang dikutip pada Selasa, 29 Agustus 2023, sebanyak 14 desa wisata peserta Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2023 meraih penghargaan MURI. Penganugerahan gelar tersebut berkat daya tarik juga keunikan dan potensi yang dimiliki ke-14 desa tersebut yang diharapkan kian meningkatkan daya tarik dan minat kunjungan wisatawan.
"Semakin banyak masyarakat juga wisatawan yang penasaran dan ingin tahu daya tarik di desa wisata sehingga diharapkan dapat mendorong penciptaan 4,4 juta lapangan kerja di tahun 2024," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Uno di ajang ADWI 2023 di Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu, 27 Agustus 2023.
Sandi, begitu ia akrab disapa, mengatakan program ADWI yang telah memasuki tahun ketiga. Penyelenggaraan ajang tersebut diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi ekonomi desa.
"Tahun lalu ada tiga desa wisata yang meraih rekor MURI, tapi tahun ini ada 14 desa wisata. Penghargaan ini menunjukkan betapa menariknya ragam potensi pariwisata yang ada di desa wisata," lanjutnya.
Melalui ADWI, dikatakan Sandi, desa wisata memiliki wahana promosi untuk menunjukkan potensi desa-desa wisata di Indonesia kepada wisatawan nusantara maupun mancanegara. Selain itu, ajang ini diharapkan dapat mendorong daerah untuk menciptakan desa wisata baru selanjutnya di wilayahnya yang dapat membangkitkan ekonomi desa.
Advertisement