Liputan6.com, Jakarta - Teka-teki kematian Akseyna Ahad Dori belum juga terpecahkan. Delapan tahun lalu, mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) itu ditemukan tewas di Danau Kenanga, Universitas Indonesia.
Kini, Polres Metro Depok kembali mencari alat bukti untuk mencari sosok tersangka di dalam kasus ini.
Baca Juga
Metro Sepekan: Viral Kasus KDRT di Jaktim, Polisi Tangkap Istri yang Seret Suaminya Pakai Mobil
Beli Racun Ikan di Online Shop, Wanita di Palembang Bunuh Adik Ipar Pakai Jamu Campuran Pottasium
Kasus Tak Kunjung Terungkap, Ayah Siswi MI Korban Pemerkosaan dan Pembunuhan di Banyuwangi Wadul Presiden Prabowo dan Kapolri
"Kita bukan mau membuka lagi, kasusnya masih terbuka dan tidak pernah ditutup dan kewajiban saya adalah mencari alat bukti semaksimal mungkin untuk melanjutkan kasus ini," kata Kombes Pol Arya Perdana dalam keterangannya di Polda Metro Jaya dikutip, Kamis (27/6/2024).
Advertisement
Arya kemudian mengungkapkan, kerumitan dalam mengusut kasus kematian Akseyna Ahad Dori. Dia menyebut, diantaranya soal jeda enam hari. Menurut dia, itu menjadi salah satu kendala bagi penyidik pada saat proses pencarian alat bukti.
"Akseyna itu kendalanya di awal, karena begitu Akseyna itu tenggelam tidak diketahui identitasnya, jadi diketahui identitasnya itu dua hari setelah tenggelam, setelah itu empat hari kemudian dia baru dikenali. Ada waktu enam hari buat si pelaku kalau emang bener dibunuh untuk menghilangkan barang bukti merubah apa segala macem," ujar dia.
"Nah itu jadi gap pada saat penyidik awal dulu mencari alat bukti, sehingga kehilangan enam hari merupakan hal yang luar biasa bagi penyidik untuk menemukan serpihan-serpihan alat bukti itu," imbuh Arya.
Arya mengatakan, sejauh ini sudah 38 orang saksi yang dimintai keterangan. Namun, tidak semua saksi mengetahui secara persis kejadian terkait tewasnya Akseyna.
"Ada 38 saksi tapi saksinya itu banyak yang tidak mendukung situasinya, misalnya ada yang bilang iya benar si Akseyna kos di sini, tapi tidak yang menyatakan kejadian itu," ujar dia.
Selain itu, Arya juga mengungkit kos di bilangan Beji, Kota Depok, tempat Akesyna tinggal. Dia mengatakan, ketika itu sudah dalam keadaan bersih.
"Kos-kosan sudah diperiksa, tapi kos-kosan sudah bersih," ucap dia.
Terlepas dari itu, Arya mengatakan penyidik kini kembali menelaah beberapa barang bukti yang sudah diamankan. Salah satunya terkait sepucuk surat dengan tulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything". Surat itu ditemukan teman Aksyena Ahad Dori yaitu Jibril, di kamar kos.
Gandeng Ahli Grafologi
Arya mengatakan, penyidik menggandeng ahli Grafologi untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap tulisan tangan tersebut.
"Ini lagi kita ini kan lagi misalnya seperti apa," ucap dia.
Dalam kasus ini, Arya mengungkapkan penyidik telah mengantongi orang-orang yang diduga sebagai pelaku. Namun, kendalanya belum ada alat bukti.
"Tidak ada alat bukti yang mengarah ke situ, kita lagi cari alat bukti lain," ucap dia.
Menurut dia, penyidik harus berhati-hati dalam mencari terduga pelaku. Arya mengatakan, untuk menentukan seseorang sebagai tersangka tidak bisa sembarangan setidak-tidaknya harus mengantongi dua alat bukti permulaan.
Arya kemudian menyinggung Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Menurut dia, KUHAP mengatur dasar seseorang untuk dinaikan status menjadi tersangka.
Namun, dalam kasus ini penyidik juga harus mempertanggungjawabkan alat bukti memiliki korelasi antara satu dengan yang lain sehingga mempermudah pembuktian di persidangan.
"Alat bukti diatur di KUHAP untuk menyidangkan sebuah perkara. Tapi untuk menentukan ke sana lagi harus ada alat bukti lainnya petunjuk-petunjuk lainnya. Ada dua alat bukti misalnya keterangan saksi sama visum tapi apakah itu berkaitan? Kalau gak berkaitan berarti butuh petunjuk lain. Itu yang lagi kita cari sekarang," ujar dia.
"Kalau kita menduga seseorang kita gak bisa berdasarkan keterangan dia saja tapi harus berdasarkan keterangan saksi yang mendukung bahwa dia pelaku pelaku atau dia bukan pelaku atau alat bukti lain lah yang mendukung itu. Ini kan belum ada, kenapa? Karena itu tadi ada GAP 6 hari itu," dia menambahkan.
Â
Â
Advertisement
Janji Akan Usut Kasus Kematian Aksyena
Arya menegaskan, penyidik akan berusaha semaksimal mungkin agar kasus kematian Aksyena bisa terungkap secara terang-benderang.
"Kita berusaha semaksimal mungkin," tandas dia.
Akseyna merupakan mahasiswa S1 Jurusan Biologi, FMIPA UI, angkatan 2013. Dia ditemukan tewas mengambang di Danau Kenanga UI pada 26 Maret 2015. Saat ditemukan, Akseyna mengenakan baju hitam lengan panjang dan tas cokelat. Adapun di dalam tasnya terdapat lima batu konblok.
Awalnya, Akseyna diduga bunuh diri karena depresi. Hal itu berdasarkan keterangan dari 15 saksi yang diperkuat dengan temuan di lapangan seperti kondisi jasad dan ditemukan sepucuk surat di rumah kos Akseyna dengan tulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything".
Namun demikian, hipotesis awal itu terbantahkan setelah Polresta Depok menggandeng penyidik Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri untuk turut membantu mengusut kasus tersebut. Akseyna dipastikan tewas karena dibunuh.