Polri Ungkap Kasus TPPO 50 WNI Dijadikan PSK di Sydney, Australia

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan, operasi lintas negara ini dinamakan 'Operation Mirani' dengan bekerja sama dengan Australian Federal Police (AFP).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Jul 2024, 14:45 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 14:45 WIB
Korban Trafficking Jalani Perawatan Akibat Penganiayaan Suami Kontrak
Ilustrasi Perdagangan Orang. Ilustrasi: Dwiangga Perwira/Kriminologi.id

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan warga negara Indonesia di Sydney, Australia. Total, ada 50 orang berstatus sebagai korban dari kasus tersebut dijadikan pekerja seks komersial alias PSK.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan, operasi lintas negara ini dinamakan 'Operation Mirani' dengan bekerja sama dengan Australian Federal Police (AFP).

Djuhandani mengatakan, perkara diawali dari adanya informasi di sosial media Facebook pada 6 September 2023 tentang adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus WNI bekerja sebagai pekerja seks komersial di Sydney Australia.

"Modusnya membawa warga negara Indonesia keluar negeri yaitu ke negara Australia dengan maksud untuk dieksploitasi secara seksual," kata Djuhandani saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Djuhandani kemudian bertukar informasi sebagai bahan penyelidikan yang dimulai dari pendalaman keterangan para korban di Sydney. Dia juga menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dokumen perjalanan dan bukti percakapan antara korban dengan perekrut.

"Akhirnya kami melakukan penangkapan terhadap tersangka atas nama FLA perempuan 36 tahun, ditangkap di Kalideres Jakarta Barat pada 18 Maret 2024," jelas Djuhandani.

Djuhandani mengatakan, FLA berperan sebagai perekrut. Selain itu, FLA juga menyiapkan tiket keberangkatan para korban hingga nantinya dilanjutkan kepada pelaku berinisial FS yang berada di Sydney.

"Tersangka SS alias Batman menjemput korban, menampung dan mempekerjakan para korban di beberapa tempat prostitusi yang ada di Sydney serta memperoleh keuntungan dari para korban," beber jenderal bintang satu ini.

Saat ini, kata Djuhandani, tersangka SS alias Batman sudah ditangkap AFP pada 10 Juli 2024 dan tengah menjalani penahanan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Barang Bukti Diamankan

Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro. Dia mengatakan, Polri tidak akan menyerah mencari Dito Mahendra yang sudah menjadi tersangka.
Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro. Dia mengatakan, Polri tidak akan menyerah mencari Dito Mahendra yang sudah menjadi tersangka dan buron. (Merdeka.com/ Nur Habibie)

Sebagai informasi, sejumlah barang bukti disita terkait pengungkapan kasus ini yaitu satu paspor, dua buku tabungan, dua ATM, tiga handphone, satu laptop, satu hardisk, dan 28 paspor milik WNI yang saat ini di dalam apakah milik korban. Barang bukti tersebut ditemukan di rumah FLA.

Selain itu, polisi juga menemukan catatan pembayaran dan pemotongan gaji yang dikirim korban yang sudah bekerja sebagai PSK di Sydney.

Kemudian ada juga file draft perjanjian kerja sebagai PSK yang berisi biaya sewa tempat tinggal, penahanan gaji bulan pertama, serta aturan jam kerja dan surat perjanjian utang piutang sebesar Rp 50 juta.

“Kontrak kerja dibuat sebagai jaminan apabila para korban tidak bekerja dalam kurun waktu 3 bulan maka harus membayar utang tersebut,” tutur Djuhandani.

 


Pelaku Jalankan Aktivitas TPPO Sejak 2019 dan Terancam Bui 16 Tahun

Dari pengakuan tersangka, aktivitas TPPO dilakukan sejak tahun 2019. Total WNI yang diberangkatkan untuk menjadi PSK di Australia sebanyak 50 orang. Atas perbuatannya, pelaku sudah meraup untung sebesar Rp 500 juta.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 4 UU RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya