Saksi Ahli dalam Sidang Harvey Moeis Sebut Pembuktian Barang Sitaan Masuk Ranah Perdata, Ini Alasannya

Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (Ahli TPPU) Yunus Husein dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus dugaan korupsi timah atas terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis 31 Oktober 2024.

oleh Tim News diperbarui 03 Nov 2024, 21:29 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2024, 16:45 WIB
Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Pada kasus ini, Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (Ahli TPPU) Yunus Husein dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus dugaan korupsi timah atas terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis 31 Oktober 2024.

Dalam penjelasannya, Yunus menyebutkan bahwa barang sitaan tindak kejahatan dapat disita oleh penyidik, namun terdakwa juga dapat diberikan kesempatan untuk membuktikan kepemilikannya.

"Dalam proses membuktian, pembuktian asal-usul, itu lebih banyak perdata, bukan 1834 KUHP lagi standar untuk membuktian kepemilikan itu, jadi kalau terdakwa bisa membuktikan bahwa itu sumbernya memang sah, ya dia berhak. Negara tidak bisa merampas, karena memang dia bisa membuktikan bahwa dia berhak atas harta yang disita tadi," ujar saksi ahli Yunus.

Kemudian, Hakim juga mempertanyakan barang yang diperoleh tersebut apakah harus dikaitkan dengan waktu terjadinya suatu tindak kejahatan (Tempus Delicti).

"Kemudian waktu dengan tempusnya, Tempus Direktinya, apakah dikaitkan seperti itu Ahli?," tanya Hakim.

Yunus menjelaskan, Tempus Delicti juga harus dikaitkan dengan kapan barang itu diperoleh sesuai dengan Konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF) atau perampasan aset tanpa pemidanaan diperkenalkan secara resmi melalui United Nations Convention Against Corruption 2003.

"Siapa yang bisa membuktikan, mayoritasnya, majority atau Preponderance of Evidence, atau Balance of Probability, dia yang berhak gitu," ucap dia.

"Bukan pidana pembuktiannya jadi saya sependapat dengan Majelis Hakim bahwa itu lebih banyak berwarna perdata pembuktian kepemilikan tadi," sambung Yunus.

 

Cara Pembuktiannya

Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam keterkaitan antara perolehan harga dan tindak kejahatan tersebut, Yunus menjelaskan cara pembuktiannya adalah dengan cara membuktikan pidana asal. Namun, menurutnya hal ini lebih banyak menyasar ranah perdata.

"Ya kalau pidana asal yang membuktikan sih terdakwa. Dia buktikan lah kalau dia buktikan bahwa dia tidak lakukan pidana asal lakukan perbuatan yang sah yang menghasilkan hasil kejahatan itu," ucap Yunus.

"Semua transaksi-transaksi yang melahirkan kepemilikan, lebih banyak buktinya perdata sebenarnya. Apakah ada transaksi, apakah ada saksi, apakah ada faktur, dan lain sebagainya, itu silahkan dipakai, semua alat bukti yang ada dikerahkan saja," tutup dia.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan kasus korupsi komoditas timah dengan menghadirkan saksi sekaligus terdakwa, yakni Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020, pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Di hadapan majelis hakim, Penasihat Hukum Andi Ahmad sempat bertanya kepada Alwin, tentang ada tidaknya rekomendasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menjadi dasar dilakukannya kerja sama PT Timah dengan smelter swasta.

 

Sidang Korupsi Timah, Saksi Sebut Kerja Sama PT Timah dan Swasta Rekomendasi BPK

Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022, Harvey Moeis (tengah) memasuki ruangan untuk mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (10/10/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Awalnya, saksi mengulas setiap keputusan bisnis yang dilakukan PT Timah sebagai BUMN mendapatkan pengawasan dari BPK.

"Apakah pernah ada pemeriksaan BPK?,” tanya penasihat hukum.

"Pernah, setiap dua tahun," jawab Alwin.

Penasehat hukum kemudian bertanya terkait ada tidaknya pemeriksaan BPK yang dilakukan pada tahun 2022.

"Intinya waktu tahun 2022 itu, semua temuan sudah (sesuai). Kecuali ada 3 piutang PT Timah dan anak usaha. Selebihnya sudah sesuai dengan rekomendasi BPK," jelas Alwin.

Penasehat hukum kemudian mengulas ada tidaknya rekomendasi dari BPK, yang menyebutkan bahwa kerja sama PT Timah dengan smelter swasta diperbolehkan dalam rangka mendorong produksi PT Timah yang menurun kala itu.

"Sekitar tahun 2021, produksi PT Timah sudah sangat berkurang sampai ada anak usaha kami yang melakukan hilirisasi tidak kebagian logam. Salah satu rekomendasinya, seingat saya, agar dilakukan kembali, agar dijalankan kembali dengan cara yang lebih terbuka," ungkap Alwin.

"Artinya ada rekomendasi dari BPK agar dilakukan lagi proses pengadaan kerja sama lagi dengan smelter swasta secara terbuka untuk mengoptimalisasi produksi?,” tanya penasehat hukum.

"Betul," jawab Alwin.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya