Liputan6.com, Jakarta - Ketua KPK terpilih, Setyo Budiyanto menyatakan pihaknya akan tetap menerapkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai penanganan tindak pidana korupsi. Menurut Setyo, keempat pimpinan terpilih sepakat untuk tetap mengadakan OTT.
"Ya sebagaimana apa yang saya sampaikan pada saat fit and proper, OTT tetep lanjut," ujar Setyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024).
Baca Juga
Mengkutip dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, menurut Setyo, istilah OTT hanya penyebutan di media.
Advertisement
"Sudah disampaikan oleh Pak Alexander Marwata, beliau sampaikan bahwa penamaan. Sebenarnya kan ini hanya diskusinya terkait masalah penamaan ya, gitu. Apa, nomenklatur, kemudian tidak penamaan, apa yang saya sampaikan tadi. Menurut saya nggak ada masalah lagi," kata Setyo.
Setyo menilai OTT masih diperlukan sebab OTT menjadi pintu masuk pengungkapan kasus korupsi yang lebih besar.
"Saya yakin semuanya masih sepakat loh, masalah itu. Karena kalau saya sebut itu, ya dalam pengalaman saya selama saya bertugas di KPK, yaitu kegiatan itu merupakan pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus yang lebih besar," ungkapnya.
Setyo berharap ke depan OTT bisa menjaring OTT dengan kasus-kasus besar.
"Kami berlima nanti akan kami bahas lebih selektif lagi, lebih detail lagi, bagaimana bisa lebih bagus, yang lebih bisa mengungkap kasus yang lebih besar," pungkasnya.
Pegiat Antikorupsi: Kalau Tak Ada OTT, Bubarkan KPK
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti bersuara terkait wacana peniadaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, bila hal itu terwujud maka yang terjadi adalah sama dengan peniadaan lembaga KPK.
“Itu (menghapus OTT) sekalian saja lembaga ini ditiadakan,” tegas sosok pegiat antikorupsi ini saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (26/11/2024).
Ray pun menyayangkan, para calon pimpinan KPK saat ini hampir seluruhnya berlatar belakang aparat penegak hukum. Karenanya, dia heran bagaimana nantinya mereka bisa bekerja tegak lurus saat bersinggungan dengan institusi terdahulunya.
Buat apa kewenangan dan orang yang sama dibuat dalam lembaga yang berbeda? Pemborosan dan membuat inefesiensi. Lebih tepat bubarkan, semuanya kembalikan ke kepolisian atau kejaksaan,” dorong Ray.
“Tokoh pimpinan KPK yang sekarang juga isinya adalah orang dari dua lembaga itu. Ditambah para mantan hakim. Jadi sami mawon (sama saja),” ucap dia.
Tak Berharap Banyak Masa Depan KPK
Ray mengaku tidak bisa berharap banyak pada KPK ke depan jika terus seperti ini. Sebab, saat pemberantasan korupsi ditangani mereka yang berlatar aparat, maka hal itu sulit bergerak.
“KPK dibuat untuk mendapatkan insan Indonesia yang peduli pada gerakan anti korupsi di luar Kepolisian atau Kejaksaan. Eh, KPK malah kini dipimpin alumni dua institusi ini. Ini sih jeruk makan jeruk,” singgung dia.
Ray percaya, jalan satu-satunya adalah dengan merombak ulang tata kordinasi KPK. Dia berharap, ada syarat yang melarang unsur berlatar aparat penegak hukum tidak bisa mendudukin pimpinan KPK.
“Rombak total lagi, buat aturan bahwa perwira dan jaksa tidak diperkenan masuk sebagai unsur pimpinan KPK. Kecuali sudah pensiun minimal 5 tahun setelah masa jabatannya berakhir. Dan banyak poin lain yang dibuang, revisi undang-undang KPK, yang dahulu dikembalikan lagi,” dia menandasi.
Advertisement