Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus korupsi timah, Reza Andriansyah mengungkap dirinya tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan berbagai keputusan dalam perseroan tanpa seizin Direktur Utama, Suparta. Dia menegaskan posisinya dalam PT. Refined Bangka Tin (RBT) hanya direktur Pengembangan Usaha.
"Meskipun jabatan saya memiliki judul direktur, namun nama saya tidak ada dalam akta perusahaan. Posisi direktur yang dimaksud dalam jabatan saya ada dalam struktur organisasi perusahaan dan bukan di organ perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Perseroan Terbatas," kata Reza saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Advertisement
Baca Juga
Reza membuktikan ucapannya dengan Surat Keputusan (SK) oleh Direktur Utama PT Refined Bangka Tin No. 032/SK-HR/RBT/II/2017 tertanggal 24 Februari 2017. Sehingga tidak valid bila dikaitkan sebagai seorang yang memiliki peranan sebagai pengurus.
Advertisement
"Bahwa tupoksi saya sebagai direktur Pengembangan Usaha adalah untuk mengembangkan usaha jangka panjang yang menggunakan peluang usaha baru yang selanjutnya akan dilaporkan kepada Bapak Suparta," ungkap Reza.
Reza kemudian menceritakan awal keterlibatannya dalam sengkarut korupsi timah. Kembali dia menyebut semua atas perintah Suparta selaku atasannya.
"Suparta, Direktur Utama membahas permasalahan teknis terkait kerja sama sewa alat processing pelogaman. Semula tujuan terlibat di dalamnya karena ingin membantu PT Timah Tbk sesuai peraturan yang berlaku dan bukan membuat rugi PT Timah," beber Reza.
Dia menegaskan, jika niat awal adalah membuat rugi dan mengambil keuntungan sepihak, maka hal itu pasti akan ditolaknya.
"Saya diperintahkan oleh Pak Suparta untuk menghadiri pertemuan di Sofia menemui Harvey Moeis di pertengahan tahun 2018 atau sebelum adanya perjanjian. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh Mochtar Riza Pahlevi Tabran selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Alwin Albar (eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk,) kemudian diperkenalkan oleh Harvey Moeis kepada mereka sebagai Direktur Pengembangan Usaha PT RBT," cerita Reza.
Usai menghadiri pertemuan di Sofia pada pertengahan tahun 2018 bersama dengan Harvey Moeis, dia memastikan tidak ada hubungan lebih lanjut. Namun setelah itu, atas perintah Dirut RBT Suparta, ia diminta bertemu kembali dengan Harvey Moeis untuk membicarakan mengenai sertifikasi dan spesifikasi PT RBT.
"Maka dapat dipastikan semua dan seluruh perbuatan saya, termasuk menghadiri atau mewakili PT Refined Bangka Tin pada pertemuan, merupakan arahan dan perintah langsung pimpinan (Suparta)," dia menegaskan.
Suparta: Sial Sekali Hidup Saya, Niat Bantu Negara Malah Dipenjara
Sebelumnya, terdakwa kasus korupsi timah, Suparta, menyampaikan kekecewaan dalam sidang pleidoi. Dia mengaku ironi dengan nasibnya. Sebab, tujuannya untuk membantu negara, tapi tak disangka malah dipenjara.
"Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara," kata Suparta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
Suparta mengeklaim keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah Tbk dimulai atas dorongan nasionalisme demi membantu negara menjadi pemain utama dalam industri timah dunia.
Selain itu, dengan bisnis yang dimilikinya dan tanpa kerja sama dengan PT Timah Tbk, Suparta mengaku sudah berkecukupan.
"Bisnis saya sudah tentram dan tidak ada ambisi apa pun lagi. Buat saya sebenarnya tidak terlalu berpengaruh apakah Indonesia mau berperan atau tidak di timah dunia, secara hitungan logis tidak berpengaruh langsung untuk hidup saya," tuturnya.
Namun Suparta merasa terpanggil dengan kalimat "bela negara, demi martabat Indonesia". Meski sebetulnya, kata Suparta, rekannya mengingatkan perihal kerja sama dengan BUMN tidaklah menguntungkan.
"Kerja sama dengan BUMN tidak menguntungkan. Karena saya sudah sering mendengar cerita dari teman kalau berurusan dengan perusahaan BUMN, Pada akhirnya kalau dihitung secara ekonomi hasilnya adalah merugikan kami para investor swasta," ungkap Suparta.
Suparta kemudian membeberkan kerugian diterimanya saat bekerja sama dengan PT Timah Tbk yang disebut tidak profesional dalam bekerja. Mulai dari keterlambatan pembayaran oleh PT Timah yang berdampak pada keuangan perusahaan dan jadwal pembayaran utang.
"Pembayaran telat berbulan-bulan melebihi janji dalam perjanjian. Alasannya karena cash flow PT Timah terganggu," keluh dia.
Parahnya lagi, sambung Suparta, kerja sama dengan PT Timah Tbk berujung pada masalah hukum yang membelitnya. Meski begitu, dia percaya majelis hakim akan memberikan keadilan dalam kasus ini.
"Saya pasrah bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Hanya kepada Tuhan saya tidak ragu, dan Yang Mulia adalah perwujudan Tuhan di persidangan ini," Suparta menandasi.
Advertisement