Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah atau Mendikdasmen Abdul Mu'ti membantah pemerintah akan memberlakukan kebijakan libur sekolah selama bulan Ramadan. Dia menjelaskan kebijakan yang akan diterapkan yakni, pembelajaran di bulan Ramadan.
"Jadi libur Ramadan itu, bahasanya bukan libur Ramadan ya. Karena ada yang nulis libur Ramadan. Bahasanya pembelajaran di bulan Ramadan," ujar Mu'ti kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Baca Juga
"Jangan pakai kata libur. Tidak ada pernyataan libur Ramadan. Pembelajaran di bulan Ramadan. Kata kuncinya bukan libur Ramadan tapi pembelajaran di bulan ramadan. Gitu ya," sambungnya.
Advertisement
Mu'ti belum mau menjelaskan secara rinci soal skema pembelajaran di bulan Ramadan tersebut apakah akan dilakukan di rumah atau tidak. Dia meminta semua pihak menunggu Surat Edaran (SE) bersama terkait kebijakan ini.
"Nanti tunggu aja. Tunggu sampai SE keluar. Ya tunggu sampai itu keluar," ucap Mu'ti.
Mu'ti menyampaikan kebijakan soal pembelajaran di bulan Ramadan ini sudah dibahas dan disepakati oleh lintas kementerian. Dia mengaku akan melapor ke Presiden Prabowo Subianto, sebelum mengeluarkan SE terkait pembelajaran di bulan Ramadan.
"Nah itu sudah kita bahas bersama Menko PMK, Menag, dan Mendagri, kemudian saya dan KSP. Sudah kita bahas lintas kementerian. Sudah ada kesepakatan bersama. Tinggal tunggu saja terbit surat edaran bersama," tutup Abdul Mu'ti.
Sebelumnya, wwacana libur sekolah selama bulan Ramadan tengah menjadi pembicaraan publik. Wacana tersebut pun turut menjadi perhatian Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Rencana Libur Sekolah Saat Ramadan
Cak Imin mengatakan, rencana libur sekolah selama Ramadan telah didiskusikan bersama kiai atau pemuka agama Islam dan pengelola pendidikan. Hasil dari diskusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa rencana libur sekolah selama Ramadhan.
"Libur Ramadan itu tidak produktif, sehingga kalau toh nanti pemerintah mengambil langkah libur, itu harus diantisipasi supaya produktif," ujar Cak Imin usai mengikuti kegiatan di wilayah Mojokerto, Kamis 16 Januari 2025.
Dia memprakirakan, wacana libur sekolah selama Ramadhan tidak dilaksanakan pada tahun ini. Namun dirinya belum mendapatkan informasi lebih lanjut terkait rencana tersebut.
"Tapi kelihatannya sih tidak libur ya, tidak libur," ucap Ketua Umum PKB tersebut.
Saat disinggung soal pertimbangan selama Ramadhan sekolah tidak diliburkan, Cak Imin menyebut, suasana istirahat yang panjang membuat anak didik kurang produktif.
"Karena puasa libur (sekolah) itu membuat ada suasana istirahat yang panjang, sehingga tidak produktif," kata dia.
Cak Imin mengungkapkan, libur panjang selama Ramadhan sempat menjadi kontroversi, meski pernah diuji coba pada era Orde Baru dan Reformasi.
"Kesimpulan saya, libur Ramadhan itu ndak efektif," ujar Menko Muhaimin Iskandar menandaskan.
Advertisement
DPR Minta Kemenag dan Kemendikdasmen Duduk Bersama soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydus merespons wacana libur selama ramadan sebulan penuh. Dia meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) duduk bersama membahas rencana tersebut.
Menurut dia, rencana libur selama ramadan sebulan penuh merupakan hal yang baik, jika ditujukan guna memberikan kesempatan para siswa untuk menjalankan ibadah dengan optimal sehingga dapat meningkatan sisi spritualitas mereka
"Tujuan libur selama ramadan sangat baik. Para siswa kita bisa fokus ibadah dan belajar agama. Kami mendukung rencana itu," kata Habib Syarief dalam keterangannya, Sabtu 4 Januari 2025.
Menurut dia, rencana libur selama amadan itu harus dimatangkan, karena tinggal dua bulan lagi. Kemenag dan Kemendikdasmen harus duduk bersama membahas rencana tersebut, sehingga program tersebut bisa terlaksana dengan baik.
Pasalnya, hingga saat ini belum ada format yang jelas dan detail terkait libur selama ramadan. Masih banyak pertanyaan yang muncul.
"Pertanyaan-pertanyaan itu yang harus dijawab, sehingga sekolah dan orang tua siswa tidak bingung dan bertanya-tanya lagi," ucap Habib Syarief.
P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam
Sebab, kata dia, jika kegiatan selama ramadan diserahkan penuh kepada orang tua, maka meraka akan kesulitan mengaturnya. Apalagi jika kedua orang tua sama-sama bekerja. Bahkan, walaupun salah satu orang tua tidak bekerja, mereka tetap akan kesulitan.
Kalau anak-anak mengisi liburan ramadan hanya di rumah, maka mereka akan cepat bosan. Orang tua pun akan kesulitan dan dikhawatirkan anak-anak akan semakin sering bermain gawai di rumah.
"Ini harus segera dirumuskan, sehingga sekolah dan madrasah bisa bersiap menyambut Ramadhan dan menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan," jelas Habib Syarief.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.
"Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu 4 Januari 2025.
Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di guru sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.
"Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat," ungkap Satriwan.
Selain itu, dia juga melihat setiap ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.
"Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak," jelas Satriwan.
Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.
Advertisement