Bongkar Dalang Pagar Laut, Rahmat Saleh Dorong Pembentukan Pansus DPR

Pernyataan Menteri Nusron Wahid yang mengakui pagar laut misterius sepanjang 30 km di Tangerang, sudah bersertifikat HGB secara jelas telah membuktikan terjadinya pelanggaran.

oleh Muhammad AliTim News diperbarui 21 Jan 2025, 21:44 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 18:11 WIB
Rahmat Saleh
anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Rahmat Saleh. (Tim News).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bongkar berbagai pelanggaran atas keberadaan pagar laut di pesisir Banten, anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Rahmat Saleh mendorong pembentukan Pansus DPR.

Anggota Komisi 2 DPR RI ini mengatakan keberadaan pagar laut di pesisir Banten tersebut telah membuat kegaduhan di publik. Tak hanya berimbas pada berbagai isu liar, pagar laut tersebut menurutnya juga akan menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah, khususnya dalam hal pemberian izin pengelolaan ruang laut, tanah hingga penegakan hukum.

"Pagar laut ini sudah sangat menjadi perhatian publik dan memunculkan kegaduhan. Beruntung Presiden Prabowo segera memerintahkan pembongkaran sehingga niat atas pembuatan pagar laut itu terpatahkan," kata Rahmat Saleh melalui keterangan tertulisnya, Selasa (21/01/2025)

Rahmat Saleh menekankan pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nusron Wahid yang mengakui pagar laut misterius sepanjang 30 km di Tangerang, sudah bersertifikat HGB secara jelas telah membuktikan terjadinya pelanggaran atas pengelolaan wilayah laut untuk kepentingan bisnis.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menegaskan pagar laut di perairan Tangerang, Banten tersebut adalah ilegal. Terbaru, usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Menteri KKP nenyampaikan pembongkaran pagar laut itu akan dilaksanakan Rabu (22/1) bersama TNI AL.

"HGB seharusnya baru dapat diterbitkan setelah reklamasi dilakukan dan melalui permohonan. Fakta adanya 263 bidang tanah di atas pagar laut di Tangerang yang punya Sertifikat HGB yang dimiliki beberapa perusahaan tentu menjadi tanda tanya besar. Terlebih KKP menyatakan hal itu ilegal dan akan melakukan pembongkaran sesuai arahan Presiden Prabowo," ucap Rahmat Saleh.

"Tentunya tak sekedar berakhir di pembongkaran fisik pagar laut, tapi kita berharap juga akan menguak tuntas siapa saja yang bermain di areal perizinan hingga HGB diterbitkan. Ini sejarah baru dimana HGB muncul sebelum reklamasi yang notabennya harus melalui berbagai syarat, salah satunya izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut oleh KKP. Karenanya saya mendorong dibentuk Pansus DPR terhadap pagar laut Banten ini," timpal anggota Komisi 2 DPR RI ini.

 

 

Bersihkan Oknum Terlibat

Momentum ini menurut Rahmat Saleh dapat menjadi evaluasi di tubuh lembaga atau instansi terkait, sekaligus upaya "bersih-bersih" atas oknum-oknum terlibat.

"Ini momentum untuk memperlihatkan bahwa negara tak serta merta berpihak kepada pengusaha untuk kepentingan ekonomi, tapi lebih kepada tak boleh terganggunya kepentingan umum atau rakyat. Siapa saja yang terlibat dan apa tujuannya bisa dikuliti melalui Pansus DPR. Dengan langkah ini rakyat akan terus percaya bahwa kita benar-benar adalah negara berdasarkan hukum," tegasnya.

Senada dengan Rahmat Saleh, guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Profesor Abrar Saleng berpendapat DPR harus membentuk pansus untuk membongkar dalang pemagaran laut di pesisir Tangerang.

"Perlu (Pansus). Ini kan kasus membingungkan rakyat, maka DPR harus membentuk pansus unuk menyelidiki siapa di balik semua ini. Nelayan yang terganggu aktivitasnya berkali-kali memohonkan agar pagar laut dibongkar tapi tidak berdaya. Jadi menurut saya negara harus hadir meletakkan hukum yang benar, supaya masyarakat mengetahui bahwa inilah negara hukum, bukan negara yang didikte oleh kepentingan olgarki atau kepentingan bisnis," tegas Abrar Saleng.

Tergantung Kepentingan Politik di DPR

Terpisah, Guru Besar Hukum Laut Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Arie Afriansyah menilai pembentukan Pansus tergantung seberapa besar kepentingan politik di DPR atas kasus pemagaran laut di Tangerang tersebut. Disampaikannya berdasarkan aturan, ada keunikan khusus terkait wilayah pesisir dan tanah di atas perairan.

Beleid tersebut diantaranya UU No 1/2014, terkait perubahan atas UU No 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil, dan Peraturan Menteri agraria atau kepala BPN No 17/2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan pulau - pulau kecil.

"Jadi memang itu dimungkinkan (pengelolaan wilayah pesisir). Pemanfaatan ruang sebagian wilayah pesisir itu harus memiliki izin lokasi. Nah izin lokasi itu yang kemudian berkaitan dengan UU yang mengatur pesisir untuk tata ruang laut. Kewenangan itu dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Sementara beleid perihal reklamasi disebutkan Araie tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 18/2021, di mana tanah reklamasi itu dapat diberikan pengelolaan dan atau hak atas tanah. Untuk melakukan reklamasi itu dikemukakan Arie harus ada izin terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Perpres No 122/2012 tentang reklamasi wilayah pesisir dan pulau kecil.

"Untuk reklamasi itu harus ada penentuan lokasi, uji kelayakan dan aturan-aturan lain untuk izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut. Itu di KKP," ungkapnya.

Singkatnya, ucap Arie, ketika ada perorangan atau kelompok yang mau melakukan reklamasi itu harus izin dulu ke kewenangan yang memiliki rencana tata kelola ruang laut yaitu KKP. KKP kemudian akan mempertimbangkan apakah kegiatan reklamasi itu sesuai dengan aturannya. Ia menekankan adanya aturan lebih detail di KKP perihal izin atas reklamasi, antara lain program strategis nasional dan kepentingan umum.

"Ketika KKP sudah menyetujui dan rencana reklamasi memenuhi persyaratan, barulah KKP memberikan izin reklamasi. Nah tanah hasil reklamasi itu langsung statusnya tanah negara. Dikembalikan (lahan reklamasi) ke negara dulu, dalam hal ini adalah kementerian ATR. Atas tanah yang sudah ada dan dimiliki oleh negara tadi, barulah kemudian dapat dimohonkan hak atas tanah tersebut, hak guna bangunan atau hak pengelolaan,," imbuhnya.

Infografis

Infografis Misteri Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi
Infografis Misteri Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya