Menag Minta Ekoteologi dan Pelestarian Alam Masuk Kurikulum Pendidikan Agama

Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 22 Jan 2025, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 09:30 WIB
Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, Selasa (21/1/2025). (Foto: Istimewa).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama Nasaruddin Umar, meminta ekoteologi dan pelestarian alam masuk dalam kurikulum pendidikan agama dan keagamaan.

Hal ini disampaikannya saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Nasaruddin mengungkapkan, terdapat tiga fokus pengembangan pendidikan agama dan keagamaan di masa depan, yakni isu lingkungan, toleransi, dan nasionalisme.  

Dia menekankan relevansi pendidikan dalam menjawab tantangan zaman, terutama krisis lingkungan. Ia menyebutkan pentingnya pendekatan ekoteologi untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pelestarian alam.  

Ekoteologi bisa dipahami sebagai konsep yang membahas tentang inter-relasi antara pandangan teologis-filosofis yang terkandung dalam ajaran agama dengan alam, khususnya lingkungan.

"Konsep 'khalifah' dalam Islam menjadi landasan moral untuk mengajarkan siswa menjaga lingkungan hidup. Al-Quran dan hadis memberi pesan tegas untuk tidak merusak bumi," ujar Nasaruddin dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (22/1/2025).

Dia berharap nilai-nilai ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan agama, menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab manusia.  

Visi kedua yang diangkat adalah penguatan toleransi melalui moderasi beragama. Menag menyebut "Kurikulum Cinta" sebagai pendekatan inovatif untuk mengintegrasikan nilai moderasi ke dalam pembelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.  

"Pendidikan adalah jalan utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di tengah keberagaman," jelas Nasaruddin.

 

Moderasi Beragama

Moderasi beragama dianggap strategis dalam membangun masyarakat yang inklusif serta menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin di berbagai tingkatan pendidikan.  

Nasionalisme menjadi pilar ketiga. Menag menekankan pentingnya pendidikan sejarah, penguatan budaya lokal, dan penghayatan nilai-nilai Pancasila sebagai upaya menanamkan cinta tanah air.  

"Nasionalisme bukan sekadar slogan, melainkan ruh dari setiap kebijakan pendidikan kita," ungkap dia. 

 

Jadi Benteng

Nasaruddin menyebut, pendidikan agama diharapkan menjadi benteng untuk menjaga identitas bangsa di tengah derasnya pengaruh budaya asing. Sehingga, generasi muda memiliki wawasan global tanpa kehilangan akar budaya dan cinta tanah air.  

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Abu Rokhmad, menambahkan pentingnya eksekusi program yang tepat untuk mendukung kemajuan pendidikan Islam.  

"Perencanaan yang baik tidak berarti apa-apa tanpa eksekusi yang bersih, responsif, dan melayani. Oleh karena itu, tema Rakernas kali ini menjadi pijakan bagi kita semua untuk memastikan segala rencana dapat terealisasi dengan hasil nyata," ujar Abu.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya