Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan Ronny Talapessy menegaskan bahwa putusan hakim dalam sidang praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bukanlah penolakan terhadap gugatan. Dia menekankan bahwa keputusan hakim tersebut lebih bersifat administratif.
"Pertama-tama yang perlu diklarifikasi adalah: putusan hakim ini tidak mengabulkan atau menolak gugatan praperadilan kami," kata Ronny dalam pernyataan pers yang diterima, Kamis (13/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, hakim memutuskan bahwa permohonan praperadilan tidak dapat diterima karena dianggap tidak memenuhi syarat administratif. Penyebabnya adalah penggabungan dua surat perintah penyidikan (sprindik) yang berkaitan dengan dugaan suap dan Obstruction of Justice (Oj).
Advertisement
"Putusan hakim adalah Tidak Dapat Menerima permohonan praperadilan karena secara administratif tidak memenuhi syarat. Karena ada penggabungan dua sprindik terkait suap dan Oj. Namun menurut kami sesungguhnya hal ini tidak menjadi masalah karena objeknya sama, tersangkanya sama. Tapi kami menghormati tafsir hakim terhadap hal tersebut," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ronny menilai bahwa pertimbangan hakim belum menyentuh substansi utama dalam gugatan mereka, yaitu terkait penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto.
"Pertimbangan hakim dalam keputusan hari ini belum mengacu pada objek pengujian, yakni objek penetapan tersangka terhadap Mas Hasto Kristiyanto," tegasnya.
Adapun terkait langkah hukum selanjutnya, Ronny menyatakan bahwa tim hukum PDI Perjuangan akan segera mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan praperadilan baru.
"Tim hukum PDI Perjuangan akan segera memutuskan apakah akan mengajukan permohonan praperadilan baru berdasarkan putusan hakim tadi," katanya.
Ia pun menegaskan bahwa proses hukum ini belum berakhir. "Jadi, sekali lagi, kami perlu sampaikan bahwa ini belum selesai. Tidak ada keputusan bahwa substansi permohonan praperadilan kami ditolak," tandasnya.
Praperadilan Hasto Kristiyanto Ditolak PN Jakarta Selatan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang putusan gugatan praperadilan yang dilayangkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang itu terkait penetapan tersangka Hasto sebagai tersangka korupsi dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku.
Dalam sidang ini, Hakim Tunggal Djuyamto memutuskan untuk menolak pengajuan praperadilan Sekjen PDIP tersebut.
"Mengadili, mengabulkan eksepsi dari termohon, dua, menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas, menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima, membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil," kata Hakim Tunggal Djuyamto di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Sidang gugatan Hasto melawan KPK telah bergulir sejak Rabu 5 Februari 2025. Dalam gugatannya, kubu Hasto menyatakan penetapan tersangka korupsi tidak sah.
"Menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal," kata tim kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail saat membacakan petitumnya, Rabu, 5 Februari.
Advertisement
Alasan Hakim PN Jakarta Selatan Tolak Praperadilan Hasto Kristiyanto
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tidak menerima gugatan praperadilan penetapan tersangka yang dilayangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIPÂ Hasto Kristiyanto. Ada sejumlah pertimbangan yang disampaikan hakim tunggal atas putusan tersebut.
Menurut Hakim Tunggal Djuyamto, pihak Hasto Kristiyanto seharusnya mengajukan dua gugatan praperadilan penetapan tersangka secara terpisah, yakni terkait kasus suap dan perintangan penyidikan.
"Hakim berpendapat permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan, bukan dalam satu permohonan," tutur Djuyamto di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri menggunakan dua sprindik berbeda untuk penetapan tersangka Hasto Kristiyanto. Kondisi tersebut pun tidak dapat dianulir dengan satu permohonan praperadilan saja, lantaran penggunaan alat bukti yang berbeda.
"Lazimnya pembuktian terhadap dugaan dua tindak pidana yang berbeda tentu menggunakan alat bukti yang berbeda pula, maka konsekuensinya tidak menutup kemungkinan terhadap alat bukti yang digunakan pada masing-masing dugaan tindak pidana berbeda," jelas dia.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)