Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan perhatian serius terhadap temuan pelanggaran oleh sejumlah pabrik yang memproduksi dan mendistribusikan Minyakita.
Dalam kasus ini, beberapa pabrik kedapatan menjual produk Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah, serta mengurangi volume isi dari kemasan yang seharusnya sesuai standar.
Baca Juga
Kemenperin mendukung langkah tegas aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait dalam menindak pelaku industri yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.
Advertisement
Praktik semacam ini tidak hanya merugikan masyarakat sebagai konsumen, tetapi juga mencoreng upaya pemerintah dalam upaya menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau dan terjamin baik keamanan, mutu, maupun gizi pangannya.
"Penindakan terhadap pabrik dan distributor yang tidak mematuhi aturan ini harus menjadi momentum penting untuk menertibkan seluruh rantai pasok Minyakita, agar produk ini dapat dijual dengan volume kemasan yang sesuai aturan, yaitu 500 ml, 1L, 2L, dan/atau 5L dengan harga sesuai HET. Saat ini, HET yang ditetapkan adalah Rp15.700 per Liter. Semoga penindakan ini bisa menurunkan harga Minyakita sesuai HET sebagaimana arahan Presiden Prabowo agar harga pangan turun lebih rendah lagi dan terjangkau oleh masyarakat," tegas Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Produk Minyakita dihadirkan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Pengecer wajib menjual Minyakita dengan harga di bawah atau sama dengan HET.
Oleh karena itu, Kemenperin terus berkoordinasi dengan pihak terkait guna meningkatkan pengawasan terhadap pelaku industri yang memproduksi dan mendistribusikan Minyakita.
"Kami tidak akan segan untuk memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha bagi pabrik yang terbukti melanggar aturan. Ini sebagai komitmen kami untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Febri.
Kemenperin mengimbau kepada seluruh produsen dan distributor untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan, sekaligus mengajak masyarakat turut mengawasi peredaran Minyakita di pasar. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, masyarakat diharapkan segera melaporkan kepada pihak berwenang.
Berikut fakta-fakta terkait kasus korupsi Minyakita, dihimpun oleh Tim News Liputan6.com:
1. Tidak Sesuai Takaran
Sabtu, 8 Maret 2025, siang hari, di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kala itu bergerak seperti biasanya. Tak ada yang aneh, masyarakat berlalu-lalang mencari bahan pokok demi memenuhi kebutuhan keluarga di bulan puasa Ramadan.
Seiring matahari naik ke puncaknya, rombongan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mulai masuk ke kawasan Pasar Lenteng Agung tersebut. Pasar yang tadinya berjalan cukup tenang mulai beralih riuh mengikuti rombongan Mentan.
Ada satu komoditas yang tengah disoroti oleh Amran, kenaikan harga minyak goreng merek Minyakita. Menuju warung ketiga, Mentan Amran mulai berbincang dengan penjual.
Tidak disangka, harga Minyakita dalam satu kemasan botol plastik dengan bubuhan merek warna kuning itu dibanderol sebesar Rp 18.000 per botol dengan kemasan tertera 1 liter.
"Berapa ini harganya?" tanya Amran Sulaiman.
"18.000, Pak," sahut sang pedagang.
Sedikit berbincang ringan, Amran pergi dengan 2 botol Minyakita di tangan sembari berjalan ke luar kawasan Pasar Jaya Lenteng Agung. Urusan Amran dengan Minyakita belum selesai di sini.
Sesaat keluar dari Pasar Jaya Lenteng Agung, dia meminta dua gelas takar untuk menghitung jumlah pasti minyak goreng dalam kemasan botol itu. Dalam hitungan beberapa detik, staf Amran menuang seluruh isi botol ke gelas takar.
Hasilnya, minyak goreng hanya mencapai titik 750 mililiter, jauh di bawah komposisi yang tertera dalam kemasan, 1 liter.
Botol kedua menunjukkan hasil yang tak berbeda jauh, hanya sebanyak 800 mililiter (ml), sama-sama di bawah 1 liter. "Ya, 750 (ml) dengan 800 (ml)," ungkap Amran Sulaiman sambil memegang gelas takar.
"Ini tidak cukup satu liter. Ini kita di bulan suci Ramadan mencari pahala, sibuk mencari pahala. Tapi saudara kita ini, ini mencetak dosa di bulan suci Ramadan. Jadi kami minta ada PT-nya ini, PT Arta Eka Global Asia. Kami minta diproses. Kalau terbukti, ditutup. Kami minta diproses. Bila terbukti, disegel, ditutup," tegas Mentan Amran ke awak media, Sabtu, 8 Maret 2025.
Â
Advertisement
2. Pedagang Pasar Tidak Ikut Ditindak
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan minyak goreng merek Minyakita dengan takaran yang tidak sesuai. Dia meminta pedagang di pasar tidak ikut ditindak.
Hal tersebut dimintanya kepada Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang dibentuk pemerintah. Menurut dia, pedagang di pasar hanya mencari keuntungan kecil dari penjualan Minyakita.
"(Pedagang) di sini jangan diganggu. Ini saudara kita mencari rezeki di bulan suci Ramadan. Dia hanya penjual, maaf, mencari seribu rupiah, dua ribu rupiah keuntungan, sepuluh ribu per hari," ungkap Mentan Amran Sulaiman di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta, dikutip Senin, 10 Maret.
"Ini jangan diganggu, Pak. Pak Satgas Pangan ya, jangan diganggu, minta tolong jangan diganggu," pintanya.
Kendati demikian, Amran menegaskan para produsen Minyakita harus mendapat sanksi tegas atas pemotongan volume Minyak kita tadi. Diketahui ada 3 produsen yang bakal ditelusuri Amran.
"Tapi dikejar, yang ada mereknya tercantum, begitu benar, ditutup," tegas dia.
Adapun, minyak goreng Minyakita tak sesuai volume tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari.
3. Sanksi Tegas Menanti Perusahaan yang Curang
Ekonom dari Institute for Development of Economic 1and Finance (Indef) Eko Listiyanto meminta perusahaan produsen Minyakita yang curang untuk ditutup. Menyusul temuan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman atas volume Minyakita yang tak sesuai.
Eko mengatakan perusahaan yang kedapatan curang harus ditutup. Salah satu acuannya adalah hasil pemeriksaan oleh pihak terkait, seperti Satuan Tugas (Satgas) Pangan.
"Perusahaan yang main curang ditutup," tegas Eko dihubungi Liputan6.com, Senin, 10 Maret 2025.
"Kalau ditemukan bukti bahwa itu memang kesengajaan untuk mengurangi takaran maka harus ada sanksi yang tegas," imbuhnya.
Dia bilang, perlu ada pengawasan yang ketat dalam produksi minyak goreng merek Minyakita. Termasuk takaran agar sesuai dengan informasi dalam kemasan.
"Perlu memperketat pengawasan quality control, termasuk aspek kesesuaian takaran, kualitas minyak dan kemudahan akses," ungkapnya.
Seperti diketahui, Mentan Amran telah mengantongi 3 perusahaan yang diduga memuat Minyakita tidak sesuai takaran. Dalam kemasan 1 liter, didapati hanya berisi minyak goreng sekitar 750-800 mililiter (ml).
Advertisement
4. Lokasi Produksi Minyakita Palsu
Kasus pemalsuan minyak goreng merek Minyakita kembali mencuat setelah Kepolisian Resor Bogor berhasil mengungkap lokasi produksi ilegal di Desa Cijujung, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Minyak goreng curah yang dikemas ulang menyerupai Minyakita ini dijual dengan harga yang lebih tinggi, meskipun volumenya kurang dari satu liter per kemasan.
Kejahatan ini tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat karena produk tersebut tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penggerebekan yang dilakukan pada Senin, 8 Maret 2025, mengungkap bahwa dalam sehari, produksi ilegal ini mampu menghasilkan 8 ton minyak goreng dengan 10.500 kemasan siap edar.
Dalam operasi ini, polisi mengamankan barang bukti berupa mesin pengemasan minyak, tangki penyimpanan, drum plastik, serta ratusan kemasan siap edar. Polisi juga menetapkan seorang tersangka berinisial TRM, yang berperan sebagai pengelola tempat produksi.
Menariknya, aksi pemalsuan ini telah berlangsung cukup lama dan menghasilkan keuntungan fantastis mencapai Rp600 juta per bulan.
Dengan modus pemalsuan yang terstruktur, kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap produk Minyakita yang beredar di pasaran.
5. Petani Sawit Ikut Rugi
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, merasa semakin dirugikan akibat kasus kecurangan pada takaran minyak goreng kemasan Minyakita.
"Lagi-lagi merugikan masyarakat, dan ini mengganggu konsentrasi kami petani sawit yang sedang berjuang meningkatkan produktivitas kebun di tengah regulasi sawit yang semakin ketat," ujar Gulat kepada Liputan6.com dalam pesan tertulis, Senin, 10 Maret 2025.
Gulat mengatakan, subsidi MinyaKita diambil dari dana sawit melalui aturan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), dan juga ketentuan harga (DPO) untuk tandan buah segar (TBS).
"Beban DMO CPO dan DPO CPO (minyak sawit mentah) untuk bahan baku Minyakita itu dibebankan ke TBS (buah sawit). Kami petani sawit yang mengelola 42 persen kebun sawit Indonesia dari 16,38jt ha tentu bagian dari penerima beban tersebut," terangnya.
Ia mengaku tak keberatan jika beban itu ditujukan demi kepentingan masyarakat. Sayangnya, ada sebagian oknum yang justru mengotak-atik harga minyak goreng di sisi hilir.
"Kami petani bahagia jika yang menikmati subsidi Minyakita adalah masyarakat yang berhak membelinya, bukan penilap ukuran. Saya sepakat harus dituntaskan secara hukum, biar ada efek jera ke depannya," tegas Gulat.
Gulat mendukung langkah Menteri Pertanian yang turun gunung untuk menindak penjualan Minyakita di pasaran. Tak hanya di sisi hilir, ia pun meminta Mentan untuk mengorek sisi hulu di sektor perkebunan, utamanya dalam distribusi pupuk.
"Kementan juga harus berani membuka nama-nama perusahaannya termasuk perusahaan pemalsu pupuk yang baru-baru ini menggemparkan. Kami harus tau merek pupuknya dan PT-nya. Sehingga kami tidak terjebak membeli pupuk palsu tersebut," pintanya.
Advertisement
6. Kerugian Masyarakat
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menilai kasus ketidaksesuaian volume dalam kemasan Minyakita memberikan keuntungan besar bagi pemburu rente atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Huda menyebut, jika harga Minyakita ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter, sementara volume yang hilang dalam setiap kemasan adalah 250 ml, maka masyarakat mengalami kerugian sekitar Rp3.925 per liter. Dengan harga rata-rata nasional yang lebih tinggi, yaitu Rp 17.200 per liter, kerugian masyarakat bisa mencapai Rp4.300 per liter.
Maka dengan kebutuhan minyak goreng mencapai 170 ribu ton per bulan, estimasi keuntungan yang didapatkan dari selisih volume ini berkisar antara Rp667,25 miliar hingga Rp731 miliar setiap bulan.
"Dengan kebutuhan mencapai 170 ribu ton per bulan, pemburu rente mendapatkan keuntungan sebesar Rp667,25 miliar-Rp731 miliar setiap bulannya," kata Huda kepada Liputan6.com, Minggu, 9 Maret 2025.
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka ikut berkomentar mengenai isu MinyaKita yang isinya kurang dari 1 liter. Produksi Minyakita bisa sampai ke konsumen harus melakui mekanisme ijin berlapis yakni Kementerian Perindustrian untuk izin produksi dan SNI.
Kementerian Perdagangan untuk penggunaan merek, serta BPOM untuk izin edar. Izin berlapis ternyata tidak jamin bebas permainan kualitas maupun harga.
"Ada indikasi kuat permainan stok #Minyakita yang terkorelasi dengan permainan harga," ujar Rieke Diah Pitaloka dalam keterangannya, Senin, 10 Maret 2025.
Rieke menegaskan mendukung Satgas Pangan untuk usut tuntas jaringan mafia Minyakita, dari hulu ke hilir.
"Bongkar indikasi permainan perizinan #MinyaKita, dari izin produksi, SNI, penggunaan merek, dan edar," ucap dia.
Rieke juga meminta aparat segera membongkar perusahaan berkedok produsen.
Sedangkan Anggota Komisi VI DPR RI Mufmi Anam menilai, pemerintah dinilai tak cermat dalam mengurus minyak goreng subsidi atau Minyakita, yang sekarang baru diketahui tak sesuai takarannya.
Politikus PDIP itu menegaskan, kasus Minyakita bukan hal yang pertama, melainkan sudah sering terjadi, di mana dari HET yang terlalu tinggi hingga kualitasnya dipertanyakan.
"Pemerintah ini tidak serius urus minyak goreng Minyakita, sudah banyak kejadian mulai dari kelangkaan, harga dikonsumen yang jauh diatas HET hingga pengoplosan Minyakita untuk kemudian dijual menjadi minyak goreng premium," jelas dia.
Bahkan, Mufmi mengaku curiga, sebenarnya pihak yang berwenang sudah tahu mengenai kasus kurangnya volume Minyakita yang dijual di pasaran.
"Itu bersliweran kok di medsos sebelum ditemukan Menteri Pertanian. Artinya apa pengawasan itu lemah dan amburadul, tidak memiliki kepekaan sama sekali. Saya memberikan apresiasi ke Menteri Pertanian yang mempublikasikan temuan Minyakita yang volume tidak sesuai ketentuan, sehingga kecurangan itu menjadi lebih terekspos dan viral," jelas dia.
