Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dave Akbarshah Fikarno Laksono menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan bertele-tele.
Sebab, kata Dave, undang-undang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Sehingga, Komisi I DPR dan pemerintah tidak akan bertele-tele dalam pembahasan revisi UU TNI.
Advertisement
Baca Juga
"Ya kita enggak mau bertele-tele aja. Ini kan undang-undang kebutuhan masyarakat, kita kan memang hadir di sini untuk melayani masyarakat," kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (12/3/2025).
Advertisement
Dave optimistis revisi UU TNI bisa dituntaskan sebelum masa reses DPR. Diketahui, masa reses DPR RI pada 20 Maret 2025.
"Kan masih ada sekitar, Minggu ini sama Minggu depan ya, kalau kita keburu ya kita selesaikan," ucap Dave.
Namun, menurutnya, yang terpenting saat ini proses pembahasan revisi UU TNI sesuai dengan tahapan. Semua tahapan dipastikan dilalui sesuai aturan.
"Sekarang lagi proses pembahasan kita akan konsinyering lalu segera masuk ke rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin), segera mungkin lah kita enggak mau bertele-tele tetapi semua prosesnya itu harus dilalui," jelas Dave.
Tak Mau Buru-buru Soal Revisi UU TNI, TB Hasanuddin: Takut Kecelakaan
Berbeda dengan Dave, anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menegaskan bahwa pengambilan keputusan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak akan dipercepat.
"Ya masih (panjang pembahasannya), enggak, no no no (tidak dipercepat). Jadi saya dapat informasi apakah sekarang selesai pada tingkat 1, tidak, baru akan hari ini dimulai membahas tingkat 1. Begitu ya, clear ya. Baru istilahnya dibentuk panja antara pemerintah dengan DPR hari ini. Bukan diketok hari ini. Kami belum membahas DIM," kata TB Hasanuddin di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Dia menegaskan bahwa tidak ada isu terkait revisi UU TNI yang akan dipercepat menjelang masa reses DPR. Menurutnya, tidak ada kebut-kebutan dalam pembahasan RUU tersebut.
"Insyaallah sekarang tidak ada kebut-kebutan ya, takut kecelakaan di jalan. Musim hujan, banyak yang licin dan sebagainya," ucap politikus PDIP ini.
Menhan Harap Revisi UU TNI Bisa Selesai Sebelum Reses DPR
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, proses revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI bisa diselesaikan sebelum masa reses DPR RI.
Diketahui, 21 Maret 2025, DPR RI akan memasuki masa reses. Sehingga, pembahasan revisi UU TNI bakal digelar kurang lebih hanya satu pekan.
"Menteri Pertahanan menugaskan Sekjen Kementerian Pertahanan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal yang akan dibahas, dengan harapan ini bisa selesai pada bulan Ramadan. Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR," kata Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Namun, dia menyerahkan kepada Panja DPR kapan pembahasan revisi UU TNI akan dimulai. Dia hanya menyebut, Pemerintah siap kapan pun akan membahasnya.
"Schedule ini akan ditentukan oleh ketua panja, yaitu ketua Komisi I jadi kami menyesuaikan, kami siap," jelas Sjafrie.
Sebelumnya, Sjafrie Sjamsoeddin memaparkan substansi yang diubah dalam revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Penjelasan tersebut disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi I DPR.
"Perubahan Undang-Undang TNI diajukan oleh pihak DPR RI diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI ada tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil," kata Sjafrie.
Sjafrie mengatakan ada empat fokus utama dalam perubahan UU TNI, yaitu memperkuat modernisasi alutsista dan industri pertahanan dalam negeri, memperjelas batasan pelibatan TNI dalam tugas nonmiliter, meningkatkan kesejahteraan prajurit beserta jaminan sosialnya, serta menyesuaikan ketentuan terkait jenjang karier dan usia pensiun.
Advertisement
Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Ditimbang Matang
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi I Fraksi Partai Kebangkiran Bangsa (PKB), Syamsu Rizal, mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil dalam isu perluasan penempatan prajurit TNI di ranah sipil.
"Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI dan memunculkan gejolak di tengah masyarakat," ujar Rizal dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
Rizal mengatakan, ruang bagi personel aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil harus disertai pembatasan ketat. Hal ini bertujuan mencegah tumpang tindih wewenang dan intervensi militer di ranah pemerintahan.
"Fungsi TNI sebagai garda depan pertahanan negara. Jangan sampai peran itu tumpang tindih dengan profesionalisme di ranah sipil," ujar Rizal.
Rizal menambahkan, penempatan individu dalam satu jabatan harusnya didasarkan prinsip meritokrasi. Selain itu ada analisis kebutuhan spesifik tertentu menjadi bagian dari analisis kerja dan analisis jabatan, sehingga kelihatan bahwa formasi internal suatu unit kerja memiliki kualifikasi tertentu.
Analisis inilah yang menjadi dasar dari permintaan untuk disetujui presiden. "Jadi bukan orientasi bagi-bagi jabatan atau orientasi 'cuan', tapi tetap pada semangat pengabdian," kata Rizal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun diri dari dinas aktif keprajuritan.
Prajurit aktif hanya boleh menjabat di 10 Kementerian/Lembaga tertentu yakni pada kantor yang membidani koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen negara, Mahkamah Agung, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertanahan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional dan Narkotika Nasional.
"Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, memang hanya lembaga dengan fungsi teknis terkait pertahanan dan lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk melibatkan personel aktif TNI. Itu pun dengan syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur," ujar Rizal.
Rizal menegaskan, apabila ada usulan perluasan penempatan prajurit TNI, masukan dari berbagai pihak harus tetap didengar dan dipertimbangkan agar keputusan yang diambil telah mempertimbangkan berbagai hal.
Saat ini, Komisi I masih mengumpulkan masukan dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga pakar hukum untuk memastikan revisi UU TNI berjalan transparan dan mengakomodir kepentingan publik.
"Pembahasan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa. Bagaimanapun, jangan melupakan esensi reformasi TNI pasca-Orde Baru, di mana netralitas dan profesionalisme militer adalah kunci keberhasilan demokrasi Indonesia," pungkasnya.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
