Pemerintah bertekad memberantas pihak-pihak yang selama ini bermain dalam pengiriman para pencari suaka ke Australia. Apalagi kuat dugaan adanya mafia yang ikut bermain dan mencari keuntungan dari praktik itu.
"Ini harus diberantas karena ada mafianya. Ada yang mengambil keuntungan tanpa peduli nyawa orang," kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Agung mengaku tidak tahu persis asal mafia dan pola kerjanya. Namun dia meyakini pengiriman para pencari suaka itu tidak berdiri sendiri. "Kita tak tahu persis, tapi pasti ada, karena katanya ada biaya 15 ribu sampai 20 ribu dolar untuk satu orang, konon seperti itu," ujarnya.
Tidak hanya itu, menurut Agung kehadiran pencari suaka ke Australia ini juga merepotkan dan membebani pemerintah. Apalagi hingga kini belum ada sikap yang jelas apakah kita akan menerima atau menolak pencari suaka yang datang. "Sekarang saja di tempat detensi di Batam dan Jawa Barat sudah penuh (oleh pencari suaka). Ada masalah sedikit langsung kita disorot. Mereka datang tanpa izin dan undangan, tapi menjadi beban," jelas Agung.
Karena itu, lanjut Agung, harus ada pembicaraan antara Indonesia dan Australia terkait masalah ini dengan cara-cara yang baik. "Bagaimanapun Australia adalah negara sahabat, sehingga perlakuannya harus tepat. Saya pikir kedua negara perlu duduk bersama untuk mencari solusi," harap Agung.
Namun, Agung mengaku tidak tahu apakah dalam pembicaraan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott hari ini topik tentang pencari suaka masuk dalam agenda. "Saya tidak ikut ke dalam, tapi saya harapkan seperti itu. Saya mendengar di media bahwa setelah dilantik PM Abbott menjadikan masalah ini sebagai concern beliau. Mudah-mudahan masuk dalam agenda," imbuh Agung.
Indonesia memang menjadi negara transit bagi para pencari suaka yang ingin ke Australia. Tak jarang perahu-perahu yang ditumpangi para imigran gelap itu tenggelam di tengah laut. yang terakhir, kapal para imigran tenggelam di perairan Cianjur, Jawa Barat. Hingga siang ini, lebih dari 30 mayat imigran gelap ditemukan. (Ado/Eks)
"Ini harus diberantas karena ada mafianya. Ada yang mengambil keuntungan tanpa peduli nyawa orang," kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Agung mengaku tidak tahu persis asal mafia dan pola kerjanya. Namun dia meyakini pengiriman para pencari suaka itu tidak berdiri sendiri. "Kita tak tahu persis, tapi pasti ada, karena katanya ada biaya 15 ribu sampai 20 ribu dolar untuk satu orang, konon seperti itu," ujarnya.
Tidak hanya itu, menurut Agung kehadiran pencari suaka ke Australia ini juga merepotkan dan membebani pemerintah. Apalagi hingga kini belum ada sikap yang jelas apakah kita akan menerima atau menolak pencari suaka yang datang. "Sekarang saja di tempat detensi di Batam dan Jawa Barat sudah penuh (oleh pencari suaka). Ada masalah sedikit langsung kita disorot. Mereka datang tanpa izin dan undangan, tapi menjadi beban," jelas Agung.
Karena itu, lanjut Agung, harus ada pembicaraan antara Indonesia dan Australia terkait masalah ini dengan cara-cara yang baik. "Bagaimanapun Australia adalah negara sahabat, sehingga perlakuannya harus tepat. Saya pikir kedua negara perlu duduk bersama untuk mencari solusi," harap Agung.
Namun, Agung mengaku tidak tahu apakah dalam pembicaraan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott hari ini topik tentang pencari suaka masuk dalam agenda. "Saya tidak ikut ke dalam, tapi saya harapkan seperti itu. Saya mendengar di media bahwa setelah dilantik PM Abbott menjadikan masalah ini sebagai concern beliau. Mudah-mudahan masuk dalam agenda," imbuh Agung.
Indonesia memang menjadi negara transit bagi para pencari suaka yang ingin ke Australia. Tak jarang perahu-perahu yang ditumpangi para imigran gelap itu tenggelam di tengah laut. yang terakhir, kapal para imigran tenggelam di perairan Cianjur, Jawa Barat. Hingga siang ini, lebih dari 30 mayat imigran gelap ditemukan. (Ado/Eks)