Australia dan Amerika Serikat dikabarkan menyadap Indonesia. Namun belum ada permintaan maaf dari 2 negara tersebut. Hubungan bilateral yang sudah dibangun pun tak lebih sekadar pepesan kosong dan hubungan palsu.
"Dengan penyadapan, berarti AS dan Australia tidak konsisten bersahabat dengan Indonesia. Persahabatan dan kemitraan yang selama ini ada ternyata palsu, sandiwara, basa-basi," cetus Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan, di DPR, Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Kabar terjadinya penyadapan bermula dari dokumen Edward Snowden. Hal itu membuat dunia tersentak. Pada saat bersamaan, kata Pohan, Australia dan AS tidak membantah penyadapan yang berarti indikasinya benar ada penyadapan. "Saya kecewa dan protes keras kepada Pemerintah AS dan Australia," tegasnya.
Wasekjen DPP Partai Demokrat itu mengatakan, Australia dan Amerika Serikat harusnya kembali membaca Konvensi Vienna. Tercantum fungsi kedutaan jelas, mulia dalam mendorong kerja sama atau memajukan kepentingan nasional, bukan melakukan penyadapan.
"Penyadapan itu hina. Kedutaan AS dan Australia tidak boleh jadi pusat dan sarana penyadapan terhadap Indonesia, seperti dokumen Snowden. Saya mengecam sekerasnya penyadapan itu," tuturnya.
Jika AS dan Australia tidak minta maaf, lanjut pria yang akrab disapa Rampo, DPR harus mendesak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerja samanya dengan kedua negara tersebut. "Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia, Jerman dan lain-lain bisa menggantikan posisi AS-Australia," tandas Rampo.
Penyadapan Itu
Kabar dugaan Kedutaan Besar Australida dan AS menjadi salah satu dari 90 pos yang memiliki fasilitas penyadapan negara tersebut didasarkan kesaksian Edward Snowden yang kemudian dikutip Sydney Herald Tribune dan beberapa media lainnya.
Koran itu memberitakan peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia. Di wilayah Asia, fasilitas penyadapan itu antara lain terdapat di Kedubes AS di Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangoon.
Edward Snowden adalah pakar IT dan pernah bekerja pada CIA. Dia menjadi buronan pembocor informasi intelijen yang kini berada di Moskow, Rusia. Dia menggemparkan dunia setelah membongkar aksi mata-mata yang dilakukan AS melalui National Security Agency (NSA) terhadap sejumlah petinggi negara di dunia.
Termasuk penyadapan Presiden SBY pada tahun 2009 di London, Inggris. Saat itu SBY bersama delegasi Indonesia hendak melakukan kunjungan ke London dalam acara G-20. Penyadapan itu dilakukan karena berkaitan dengan posisi Australia di Dewan Keamanan PBB. (Rmn/Sss)
"Dengan penyadapan, berarti AS dan Australia tidak konsisten bersahabat dengan Indonesia. Persahabatan dan kemitraan yang selama ini ada ternyata palsu, sandiwara, basa-basi," cetus Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan, di DPR, Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Kabar terjadinya penyadapan bermula dari dokumen Edward Snowden. Hal itu membuat dunia tersentak. Pada saat bersamaan, kata Pohan, Australia dan AS tidak membantah penyadapan yang berarti indikasinya benar ada penyadapan. "Saya kecewa dan protes keras kepada Pemerintah AS dan Australia," tegasnya.
Wasekjen DPP Partai Demokrat itu mengatakan, Australia dan Amerika Serikat harusnya kembali membaca Konvensi Vienna. Tercantum fungsi kedutaan jelas, mulia dalam mendorong kerja sama atau memajukan kepentingan nasional, bukan melakukan penyadapan.
"Penyadapan itu hina. Kedutaan AS dan Australia tidak boleh jadi pusat dan sarana penyadapan terhadap Indonesia, seperti dokumen Snowden. Saya mengecam sekerasnya penyadapan itu," tuturnya.
Jika AS dan Australia tidak minta maaf, lanjut pria yang akrab disapa Rampo, DPR harus mendesak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerja samanya dengan kedua negara tersebut. "Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia, Jerman dan lain-lain bisa menggantikan posisi AS-Australia," tandas Rampo.
Penyadapan Itu
Kabar dugaan Kedutaan Besar Australida dan AS menjadi salah satu dari 90 pos yang memiliki fasilitas penyadapan negara tersebut didasarkan kesaksian Edward Snowden yang kemudian dikutip Sydney Herald Tribune dan beberapa media lainnya.
Koran itu memberitakan peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia. Di wilayah Asia, fasilitas penyadapan itu antara lain terdapat di Kedubes AS di Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Yangoon.
Edward Snowden adalah pakar IT dan pernah bekerja pada CIA. Dia menjadi buronan pembocor informasi intelijen yang kini berada di Moskow, Rusia. Dia menggemparkan dunia setelah membongkar aksi mata-mata yang dilakukan AS melalui National Security Agency (NSA) terhadap sejumlah petinggi negara di dunia.
Termasuk penyadapan Presiden SBY pada tahun 2009 di London, Inggris. Saat itu SBY bersama delegasi Indonesia hendak melakukan kunjungan ke London dalam acara G-20. Penyadapan itu dilakukan karena berkaitan dengan posisi Australia di Dewan Keamanan PBB. (Rmn/Sss)