Pemberian penghargaan pahlawan nasional dinilai tidak melihatkan progres dalam pemilihannya. Kalangan media mengatakan, keputusan presiden (Keppres) dan Undang Undang masih terbatas dalam pemberian kehormatan tersebut.
"Saya tidak melihat lemajuan dalam proses pemberian gelar pahlawan nasional. Kepres dan UU yang masih terbatas dalam pemberian gelar pahlawan nasional," kata pengamat politik, Budiarto Shambazy dalam diskusi politik 'Kriteria Gelar Pahlawan Nasional di Era Masa Kini' yang diselanggarakan Tunas Indonesia Raya (Tidar) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2013).
Dia juga menyayangkan, pemberian gelar nasioanal terkedang hanya terpaku kepada sosok yang berjuang dalam memerdekan kedaulatan hanya berasal dari sosok yang berjuang melalui peperangan atau perjuangan fisik.
"Yang saya sayangkan, selain UU dan Kepres, pemilihan pahlawan nasional, kenapa mayoritas hanya diberikan kepada pahlawan yang berjuang dalam kontak fisik. Menurutnya dengan hanya berpatokan kepada pahlawan perang, jika di beri anugerah saat ini, sudah mulai habis," ungkap Budiarto.
"Selain Kepres dan UU yang masih belum jelas. Kini cenderung pemberian penghargaa hanya berpatokan dari pahlawan perang. Menurut saya (Budiarto) jangan hanya pahlawan nasional diberikan kepada orang yang berjuang fisik. Karena sosok mereka akan habis oleh usia," lanjutnya.
Dengan adanya pro dan kontra dalam pemberian gelar pahlawan nasional, sambungnya, diperlukan pembahasan RUU terhada kriteria sesungguhnya siapa pahlawan nasional.
"Kenapa kita tidak menyusun lagi RUU pemberian gelaran pahlawan nasional," tandas Budiarto. (Tnt)
"Saya tidak melihat lemajuan dalam proses pemberian gelar pahlawan nasional. Kepres dan UU yang masih terbatas dalam pemberian gelar pahlawan nasional," kata pengamat politik, Budiarto Shambazy dalam diskusi politik 'Kriteria Gelar Pahlawan Nasional di Era Masa Kini' yang diselanggarakan Tunas Indonesia Raya (Tidar) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2013).
Dia juga menyayangkan, pemberian gelar nasioanal terkedang hanya terpaku kepada sosok yang berjuang dalam memerdekan kedaulatan hanya berasal dari sosok yang berjuang melalui peperangan atau perjuangan fisik.
"Yang saya sayangkan, selain UU dan Kepres, pemilihan pahlawan nasional, kenapa mayoritas hanya diberikan kepada pahlawan yang berjuang dalam kontak fisik. Menurutnya dengan hanya berpatokan kepada pahlawan perang, jika di beri anugerah saat ini, sudah mulai habis," ungkap Budiarto.
"Selain Kepres dan UU yang masih belum jelas. Kini cenderung pemberian penghargaa hanya berpatokan dari pahlawan perang. Menurut saya (Budiarto) jangan hanya pahlawan nasional diberikan kepada orang yang berjuang fisik. Karena sosok mereka akan habis oleh usia," lanjutnya.
Dengan adanya pro dan kontra dalam pemberian gelar pahlawan nasional, sambungnya, diperlukan pembahasan RUU terhada kriteria sesungguhnya siapa pahlawan nasional.
"Kenapa kita tidak menyusun lagi RUU pemberian gelaran pahlawan nasional," tandas Budiarto. (Tnt)