Psikolog Lulusan Harvard Berbagi 3 Tanda Anda Kecanduan Stres, Apa Saja?

Kecanduan stres seringkali berasal dari tekanan yang dilakukan sendiri untuk sukses, kata Sorensen, sehingga membuat orang yang sangat ambisius lebih rentan terhadap kelelahan dan stres kronis. Namun, tekanan sosial juga berperan.

oleh Aprilia Wahyu Melati diperbarui 12 Mei 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2023, 18:00 WIB
Ilustrasi stres
Kenali Emotional Eating Sebagai Pelarian di Kala Stres (Unsplash.com/Nick Karvounis)

Liputan6.com, Jakarta Stres atau bahkan seseorang dengan segudang hal negatif yang ditimbulkannya tanpa sadar bisa membuat ketagihan. Menurut seorang ahli, hal ini merupakan tipuan yang dimainkan oleh otak sendiri.

Melansir CNBC, Rabu (10/5/2023), menurut ahli saraf Heidi Hanna, selain kortisol, stres melepaskan dopamin atau zat kimia “perasa nyaman” yang mendorong perilaku berulang dengan mengaktifkan pusat penghargaan di otak kita.

Stres dapat menyebabkan rasa tinggi alami sekaligus mengaktifkan pusat gairah dan perhatian di sistem saraf. Jika berkepanjangan, dapat “mencandu seperti narkoba”, kata Hanna. Dengan kata lain, otak Anda yang mengalami stres kronis dapat bergantung pada serangan kecil dopamin yang euforia itu, tambah seorang psikolog lulusan Harvard Debbie Sorensen.

Kita juga menyibukkan diri sambil berusaha menghindari “emosi tidak nyaman”, seperti kebosanan, kesepian, dan kesedihan, tambah Soresen. “Ini jauh lebih umum daripada yang Anda pikirkan.”

Akan tetapi, mengagungkan kesibukan sepanjang waktu, baik di dalam maupun di luar pekerjaan sebetulnya bisa berbahaya. Bisa jadi membuat stres kronis dan kelelahan semakin mungkin terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis yang dibiarkan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, IBS, jerawat, dan masalah kesehatan lainnya.

3 Tanda Umum Kecanduan Stres

Jika Anda berkembang dengan tenggat waktu yang cepat dan merasa bersalah setiap kali mengambil cuti dari pekerjaan, misalnya, itu berarti Anda mungkin kecanduan stres.

Kecanduan stres seringkali berasal dari tekanan yang dilakukan sendiri untuk sukses, kata Sorensen, sehingga membuat orang yang sangat ambisius lebih rentan terhadap kelelahan dan stres kronis. Namun, tekanan sosial juga berperan.

“Budaya kita yang terobsesi dengan produktivitas telah menjadikan stres sebagai lencana kehormatan,” jelasnya. “Ego juga merasa senang untuk terus-menerus sibuk, karena kita telah menyamakan kesibukan dengan kesuksesan.”

Nah, setidaknya ada tiga tanda umum jika Anda sudah kecanduan stress, menurut Sorensen, yaitu menghindari istirahat dan relaksasi, terus menerus memeriksa ponsel, dan mengatakan ‘ya’ untuk semua hal.

Penting untuk dicatat pula bahwa ini juga bisa menjadi tanda-tanda tempat kerja beracun yang mengharapkan Anda untuk memaksakan diri dan terus-menerus “hidup”, tutur Sorensen.

Jika bos secara konsisten memberi Anda “beban kerja yang terlalu tinggi” atau “mengharapkan Anda online di luar jam kerja”, itu bukan tanda kecanduan stres, tambahnya. Namun, Anda tetap harus merasa berdaya untuk menetapkan batasan dan menjauhkan diri dari stres terkait pekerjaan sebisa mungkin.

Gejala kecanduan stres yang paling jelas adalah terus-menerus memilih untuk menempatkan diri dalam situasi stres bahkan ketika Anda memiliki pilihan untuk menghindarinya dan tubuh, pikiran, atau keduanya “memohon untuk istirahat”, kata Sorensen.

 

 


Cara Memutus Siklus

Mengurangi stres
Ilustrasi Relaksasi Credit: pexels.com/Artem

Tidak ada metode yang sangat mudah untuk mengekang kecanduan stres, tetapi olahraga dan meditasi adalah cara yang tepat untuk memulai.

Kedua praktik tersebut meningkatkan “bahan kimia bahagia” di otak, termasuk dopamin dan endorfin, yang merupakan penangkal kuat untuk respons lari-atau-lawan saat Anda stres, menurut Mayo Clinic.

Yang terpenting, waspadai masalah dengan tidur, nafsu makan, fokus, dan suasana hati Anda.

“Terkadang, Anda harus menggali lebih dalam daripada solusi perbaikan cepat tersebut,” kata Sorensen. “Jika berpikir Anda kecanduan stres, Anda mungkin benar-benar kurang tidur, atau memiliki terlalu banyak tanggung jawab dan satu-satunya cara untuk menjadi lebih baik adalah dengan mengubah gaya hidup.”

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya