Liputan6.com, Jakarta Oleh: Akmal Nasery Basral, Sosiolog dan Penerima penghargaan National Writer’s Award 2021 dari Perkumpulan Penulis Nasional Satupena.
Nama Tri Suaka dan Zinidin Zidan bolak-balik masuk pemberitaan dalam seminggu terakhir. Gara-garanya adalah video parodi Andika Mahesa, vokalis Kangen Band, yang dinilai sebagai sebuah ledekan.
Advertisement
Tri Suaka dan Zidan bukannya tak bergerak untuk memadamkan api di jagat maya. Yang disebut pertama sudah menyuarakan permintaan maaf di media sosialnya. Sementara di kanal Uya Kuya TV, beberapa hari lalu, Zidan akhirnya menangis setelah disambungkan video call dengan Andika Kangen Band. Dia mengaku bersalah dan tergugu-gugu.
“Saya sampai kena mental,” ujarnya. “Berhari-hari nggak bisa tidur dan muntah-muntah. Saya minta maaf, Bang Andika,” katanya berulang kali menyeka air mata. Lalu dia memohon kepada netizen.
“Nggak apa-apa saya di-bully. Saya salah, tapi tolong jangan bully keluarga saya,” katanya memelas. Konon jumlah follower Instagram-nya anjlok 80 persen dalam hitungan hari. Dari 5 juta lebih, kini menjadi hanya 1 jutaan.
Baca Juga
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Soal Kena Mental
Kena mental. Ini istilah gaul yang merupakan padanan bebas dari mental breakdown. Awalnya digunakan untuk menyebut pemain gim online yang mendadak ngambek dan mogok bermain ketika melihat tak punya kesempatan menang, kini istilah itu berlaku umum untuk situasi di bawah tekanan keras yang membuat rasa percaya diri ambrol.
Serangan warganet terhadap Tri lain lagi. Entah siapa yang memulai mendadak muncul daftar riders-nya sebagai artis. Dari honor tampil satu jam Rp 50 juta sampai kebutuhan spesifik dan makanan tertentu yang harus ada di kamar hotelnya.
Masalahnya adalah, riders Tri itu juga dibarengi dengan bocornya riders sejumlah grup besar lainnya yang—menurut netizen—lebih masuk akal dan tidak aji mumpung seperti permintaan spesifik Tri yang dianggap belagu dan songong.
Selesai? Belum, Lur! Efek domino terus berlanjut dengan munculnya video lain yang menampakkan Tri dan Zidan di sebuah acara dengan gaya menirukan anak berkebutuhan khusus. Badai kecaman kembali menggulung mereka berdua hingga Zidan harus membuat penjelasan berbeda kepada publik, khususnya kepada para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Advertisement
Aksi Kulbet yang Spontan
Dalam penjelasan cukup panjang, intinya mereka sama sekali tak sedang menghina selain aksi spontan Kulbet yang juga sedang viral. “Saya bahkan tak tahu siapa yang menciptakan Kulbet selain mengikuti saja gaya itu,” tulis Zidan.
Apa itu Kulbet? Bagi Anda yang dunia kesehariannya hanya memeloti berita larangan ekspor CPO, jadwal balapan Formula E atau pergerakan harga mata uang kripto, Kulbet adalah bahasa asing dari ‘dunia lain’ yang tak kalah memusingkan dari bahasa Aurebesh dan Galactic Basic yang digunakan tokoh-tokoh dalam Star Wars. Sebab, Kulbet tak akan Anda temukan di kamus atau tesaurus mana pun.
Kulbet—lengkapnya ”Kulbet Syndrome”—adalah bahasa oplosan lokal dari “cool” dan “bet (banget)”, ekspresi bahasa gaul milenial. Jadi kulbet adalah “cool banget”. Kenapa harus ada syndrome? Ini untuk menunjukkan ciri-ciri seseorang yang tadinya sedang sibuk melakukan satu kegiatan, mendadak berubah bersikap (sok) “cool banget” seperti langsung pasang gaya seperti peragawan atau peragawati. Perubahan drastis dari kondisi serius menjadi “cool banget” itu yang disebut kulbet.
“Kulbet Syndrome” ini punya saudara kandung yang disebut “Pargoy Syndrome”. Ya Tuhan, ini apa lagi, sih? Pargoy adalah “partai goyang”.
Mereka yang terkena sindrom ini mengalami transformasi misterius dari melakukan kegiatan apa pun langsung, dalam sekejap, joget-joget. Jadi, kalau Anda melihat sebuah mobil yang melaju di jalan tol mendadak menepi lalu sang pengemudi terlihat joget-joget seperti kerasukan roh halus jalan tol, nah, itu salah satu contoh Sindrom Pargoy.
Cancel Culture
Kembali ke permasalahan Tri dan Zidan. Damage has been done. Keduanya bukan hanya mendulang badai amarah netizen, melainkan juga menjalani poin terakhir dari tulisan ini: cancel culture atau budaya pembatalan. Budaya penolakan.
Sebuah bentuk ekskomunikasi yang ditunjukkan melalui pembatalan kontrak-kontrak mereka yang dilakukan klien. Salah satunya oleh Pemerintah Daerah Sragen yang mengundang keduanya sebagai pengisi acara HUT ke-276 kota itu yang jatuh di bulan Mei. Santer beredar kabar di media sosial bahwa slot tampil Tri dan Zidan justru akan digantikan Kangen Band.
"Cancel culture" juga terlihat dalam bentuk respons publik terhadap cafe Menoewa Kopi milik Tri Suaka di Sleman, Yogyakarta. Cafe yang namanya terinspirasi judul lagu “Menua Bersamamu” tersebut sebelumnya selalu ramai dipenuhi anak muda nongkrong. Kini pemandangan di tempat itu lebih banyak bangku kosong melompong. Dalam konteks ini "cancel culture " adalah sebuah boikot massal.
Advertisement
Untuk Netizen yang Budiman
Seperti dijelaskan dalam tulisan pertama, segala kisruh ini terjadi akibat kegagalan—atau lebih tepatnya pada kebelumpahaman—Tri dan Zidan terhadap makna-makna dalam interaksionisme simbolis.
Bumi kita satu tetapi dunia kita banyak. Dari industri hiburan bisa dipetik pelajaran bahwa memahami semesta simbol sebuah dunia profesi adalah sebuah kewajiban.
Di sisi lain, netizen sebaiknya juga mengontrol komentar mereka agar tak berlebihan, apalagi kita sedang di hari-hari terakhir Ramadhan. Memahami dan memaafkan kesalahan adalah buah setelah shiyam dan qiyam selama sebulan. Jangan biarkan hasil ibadah istimewa ini dihancurkan emosi dan marah berkepanjangan.
Selesai