Liputan6.com, Jakarta - Isu korupsi menjadi salah satu materi di putaran pertama debat capres-cawapres Pilpres 2019. Masyarakat menanti, solusi dan komitmen para calon pemimpin bangsa memberantas kejahatan luar biasa ini. Praktik korupsi di Indonesia disebut-sebut sudah masuk kategori stadium 4.
Dalam empat tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 104 kepala daerah. Belum termasuk anggota DPR, DPRD, hingga petinggi perusahaan negara dan daerah. Data yang dirilis Indonesian Corruption Watch (ICW), sebagai organisasi pemantau korupsi, menunjukkan periode 2014-2018 adalah periode paling kelam dalam kasus korupsi.
Pada 2014, ada 14 kasus korupsi dan suap yang menjerat kepala daerah. Setahun kemudian turun menjadi hanya kasus. Pada 2016, jumlah kasus yang menjerat kepala daerah bertambah menjadi sembilan kasus. Dan menjadi delapan kasus pada 2017. Catatan sejarah terjadi pada 2018. Di tahun itu, sebanyak 29 kepala daerah terjerat komisi antirasuah. Ini menjadi yang terbanyak dari tahun-tahun sebelumnya.
Advertisement
Banyaknya kepala daerah, anggota DPR dan DPRD yang terciduk KPK tidak otomatis membuat stigma korupsi makin langgeng di Indonesia. Justru sebaliknya. Jika dilihat berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, justru mengalami perbaikan meski tidak besar. Mengutip data dari transparency.org dibandingkan dari 180 negara, Indonesia mengalami perbaikan skor dan peringkat.
Di awal pemerintahan Jokowi-JK, persepsi korupsi menempatkan Indonesia di peringkat 107 dengan skor 34 dari 100. Tahun berikutnya pemerintah dianggap sukses membawa perbaikan dengan peringkat Indonesia di 88 dan skor 36. Perubahan tidak berjalan mulus di tahun 2016. Transparency.org menunjukkan data bahwa Indonesia turun peringkat menjadi 90 meski ada kenaikan skor menjadi 37. Nasib sama juga terjadi di tahun 2017, skor Indonesia jalan di tempat dengan peringkat melorot ke 96.
Pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin memastikan penindakan terhadap pejabat negara dan petinggi perusahaan negara dan daerah yang korup, tidak pandang bulu. Jokowi-Ma'ruf Amin tidak akan memberikan perlakuan istimewa kepada para pejabat yang terjerat kasus korupsi maupun suap.
"Terkait persoalan kepala daerah masing-masing sepanjang dia melakukan perbuatan kejahatan ya harus ditindak tidak ada pembelaan atau intervensi untuk bagaimana bisa katakanlah mengamankan mendiskriminasikan terhadap orang orang tertentu ya semua harus sama di hadapan hukum," kata Direktur Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Irfan Pulungan.
Sebagai langkah pencegahan menjamurnya praktik korup pejabat negara dan daerah, Jokowi dan Ma'ruf Amin mempersiapkan sejumlah program yang terkonsentrasi dalam pembenahan sistem hukum. Salah satunya melanjutkan penataan regulasi. Maksudnya, memperbaiki sekaligus membenahi sejulah regulasi yang dianggap tumpang tindih. Kedua, melanjutkan sistem dan proses penegakan hukum. Ketiga, pencegahan dan pemberantasan korupsi. Keempat, pemenuhan dan penuntasan HAM. Terakhir, budaya sadar hukum.
Jokowi berjanji tetap konsisten mendukung pemberantasan korupsi. Ini tercermin dari sikapnya tidak ikut campur saat para menteri atau kepala daerah dari partai politik koalisi terjerat kasus. Jika sistem telah terlaksana dengan baik, maka urusan pribadi lah yang bertanggung jawab terhadap kasus korupsi. KPK saat ini lebih reaktif dalam masalah pemberantasan korupsi.
"Ya kita serahkan semua ke KPK menjadi tupoksinya sesuai regulasinya untuk bisa apakah itu dilakukan pencegahan atau penindakan langsung terhadap masalah korupsi oleh siapapun. Kita ketahui bersama kepala daerah dari partai pendukung Pak Jokowi beliau tidak menggubris itu ataupun ada menteri dia terkait masalah korupsi sebelum menjabat itu kan persoalan pribadi masing-masing terhadap sebuah perbuatan kejahatan masalah korupsi," ucapnya.
Perkuat Lembaga ala Prabowo
Sikap tak jauh berbeda datang dari kubu penantang, Prabowo-Sandiaga. Mereka memastikan bakal memperkuat lembaga penegak hukum dan tidak akan mengintervensi kasus korupsi yang ditangani institusi penegak hukum. Memperkuat program edukasi antikorupsi bagi generasi muda serta memperkuat sinergi dengan sektor swasta dalam rangka pencegahan korupsi.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Priyo Budi Santoso mengatakan ada semangat yang akan dibawa kubu paslon nomor urut 01 itu dalam membawa perubahan Indonesia agar terbebas dari bentuk koruptif. Jika mengacu pada program Prabowo-Sandi, keduanya berencana merevisi aturan yang dikeluarkan Presiden Jokowi, yakni Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional, di mana Jaksa Agung dan Kapolri diinstruksikan untuk mendahulukan proses administrasi pemerintahan sebelum memulai penyidikan atas laporan mengenai dugaan korupsi.
Inpers ini perlu direvisi lantaran berpotensi melindungi pelaku tindak pidana korupsi. Prabowo dan Sandi juga berencana mengatur sistem pendanaan dan pembiayaan politik yang menjamin independensi transparansi, mencegah korupsi dan menjaga keberlangsungan demokrasi.
Semangat baru dalam pemberantasan tindak pidana korupsi perlu disampaikan karena perilaku korup sudah terlanjur dianggap lumrah. Terbukti dengan banyaknya kepala daerah, DPR, DPRD, pemimpin perusahaan negara dan daerah, hingga sektor swasta yang terjerat kasus korupsi. Wajar saja jika pada akhirnya Prabowo menyebut korupsi di Indonesia seperti penyakit kanker stadium 4, level terparah.
"Karena masif terjadi, berjamaah sekali termasuk di partai-partai penguasa. Saya tidak mengatakan lebih buruk tapi karena menyatakan stadium 4 mestinya seluruh pihak menerima berlapang dada dengan baik," kata Priyo.
"Ini semua kembali kepada masalah budaya yang dianggap untuk biasa-biasa saja. Padahal sudah ada KPK yang sedemikian keras tapi belum dianggap. Karena itu besok kita akan bekerja sama dengan KPK bagaimana agar ini dicari perbaikan-perbaikan ke depan," ucapnya.
Reporter: Yunita Amalia
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement