Debat Capres Cawapres Berlalu, Siapa Lebih Unggul?

Direktur Imparsial Al Araf, mengkritisi debat perdana capres cawapres pada 17 Januari 2019 malam kemarin.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 18 Jan 2019, 12:25 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 12:25 WIB
Peluk Hangat Jokowi - Prabowo Akhiri Debat Perdana Pilpres 2019
Capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin bersalaman dengan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno usai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf, mengkritisi debat perdana capres cawapres pada 17 Januari 2019 malam kemarin. Dia menuturkan, kedua kandidat lebih fokus membahas isu ekonomi, jika dilihat dari visi-misi yang disampaikan.

Sehingga, lanjut dia, eksplorasi terhadap isu hukum, HAM, dan keamanan dalam debat capres tidak terlalu dalam. Konsekuensinya, kedua kandidat tidak membahas masalah aktual di bidang hukum dan HAM, dan tidak ada jalan keluarnya.

Misalnya, kata Al Araf, kedua kandidat tidak membahas penyelesaikan kasus HAM berat masa lalu saat debat capres. Apakah melalui jalan pengadilan atau rekonsiliasi.

"Padahal masalah kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah masalah yang tidak kunjung tuntas diselesaikan hingga kini. Dan terus menjadi perhatian publik," ucap Al Araf kepada Liputan6.com, Jumat (18/1/2019).

Meski demikian, dia menuturkan, jika melihat visi-misinya, pasangan Jokowi-Ma'ruf lebih dalam, sistematis dan terukur mengeksplorasi masalah bidang hukum, HAM, korupsi dan terorisme.

"Ketimbang pasangan Prabowo yang terlihat normatif," jelas Al Araf.

Dia mengungkapkan, dalam debat kemarin, Ma'ruf Amin, lebih dalam menjawab soal permasalahan terorisme. Bahkan memprioritaskan pencegahan.

"Sehingga di dalam debat ketika ada pertanyaan soal terorisme, jawaban Pak Ma'ruf Amin jauh lebih dalam dan siap untuk menjelaskan masalah terorisme, dengan menjelaskan akar masalah terorisme, dan memprioritaskan masalah pencegahan kedepannya. Sementara pasangan Pak Prabowo lebih terlihat konspiratif dalam menjawab masalah akar masalah terorisme, meski memberi solusi pencegahan dalam pandangannya," jelasnya.

Meski demikian, dia menuturkan, kedua kandidat debat capres minim menyampaikan data sebagai basis dalam perdebatnya.

"Semisal ketika Pak Jokowi ditanya soal masalah disabilitas harusnya Pak Jokowi menjelaskan bahwa dia memiliki komitmen dalam melindungi kelompok disabilitas dengan membuat Undang-undang di tahun 2016 dan menyiapkan beberapa peraturan pemerintah. Tapi, itu tidak disampaikan padahal itu capaian positif," ungkap Al Araf.

Sedangkan Prabowo, kata dia, tidak berani mengangkat data yang valid misalnya seputar teror terhadap pimpinan KPK dan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jokowi-Ma'ruf Lebih Siap

Sementara, pada saat sesi saling lempar pertanyaan, kata Al Araf, pasangan Jokowi-Ma'ruf jauh lebih siap membuat pertanyaan untuk Prabowo. Misalnya, dengan membuat pertanyaan yang memberi kesenjangan antara komitmen dan kenyataan yang terjadi.

"Semisal dalam pemberantasan korupsi sebagai komitmen Prabowo tapi kenapa calegnya banyak mantan koruptor?," kata Al Araf.

Sebaliknya, masih kata dia, pasangan Prabowo-Sandiaga tidak melakukan hal serupa dalam merumuskan pertanyaan.

"Padahal dia bisa bertanya masalah konflik dan kekerasan di Papua yang tidak selesai. Bahkan ada teror, padahal pembangunan ekonomi sudah diberikan ke Papua," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya