Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memulai rekapitulasi penghitungan suara nasional. Rekapitulasi dibuka dengan doa bersama untuk ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur selama proses Pemilu Serentak 2019.
Pembacaan doa dipimpin Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari di gedung KPU, Jakarta Pusat pada Jumat (10/5/2019).
"Mari seluruh bapak ibu, kita tundukan kepala kita sejenak untuk mendoakan saudara-saudara kita yang telah mendahului kita, dan bagi saudara kita yang sakit semoga segera disembuhkan dan doa untuk kita semua semoga dimudahkan urusan kita," ujar Hasyim.
Advertisement
Rekapitulasi suara nasional untuk Pemilu Serentak 2019 ini diikuti oleh perwakilan peserta pemilu, baik partai politik, caleg, dan tim sukses dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Mereka juga tampak mengikuti doa bersama untuk mengenang ratusan petugas KPPS yang meninggal dunia selama pelaksanaan Pilpres 2019.
Sebelumnya, hingga 4 Mei 2019, KPU sebagai penyelenggara pemilu mencatat, sebanyak 440 petugas KPPS meninggal dunia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Korban Jiwa Terbanyak
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut terjadi peningkatan korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019.
Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak," ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu, 21 April 2019.
Titi meminta pemerintah segera mengevaluasi Pemilu 2019. Menurut dia, kasus meninggalnya petugas KPPS karena kelelahan saat proses penghitungan suara tidak boleh kembali terulang.
Titi pun menyayangkan tidak adanya asuransi yang diberikan untuk para petugas KPPS. Sebab, ia menganggap, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 lebih banyak.
"Menurut saya kepada para petugas yang mengalami, menjadi korban jiwa dan yang sakit atau pun luka karena kecelakaan kerja, harusnya negara memberi kompensasi yang sepadan. Saat ini mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan, kematian, atau pun ketenagakerjaan," tukas Titi.
Reporter: Yunita Amalia
Advertisement