Tingkat Kerawanan Pemilu 2019 di Jabar Cukup Tinggi

Indeks Kerawanan Pelanggaran (IKP) Pemilu 2019 di tingkat nasional angkanya 49 persen, sedangkan di Jabar 47,27 persen.

oleh Liputan6.comDevira Prastiwi diperbarui 30 Okt 2018, 15:42 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 15:42 WIB
banner IKP
Indeks Kerawanan Pemilu. (Liputan6.com/Deisy)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu Jawa Barat (Bawaslu Jabar) menilai, secara umum, tingkat kerawanan pelanggaran penyelenggaraan Pilpres di daerah tersebut masuk kategori rawan-sedang. Meski begitu, ada beberapa daerah yang tingkat potensi kericuhan sangat tinggi.

Komisioner Bawaslu Jabar Lolly Suhenti menyebut, Indeks Kerawanan Pelanggaran (IKP) di tingkat nasional angkanya 49 persen, sedangkan di Jabar 47,27 persen. Artinya, kata dia, Jabar dalam kategori rawan-sedang.

Lolly melanjutkan, mengacu pada empat dimensi utama IKP 2019 yakni sosial politik, penyelenggaraan yang bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi politik, Kabupaten Purwakarta masuk dalam kategori rawan-tinggi untuk kontestasi.

"Pada dimensi utama, Purwakarta kategorinya rawan tinggi untuk kontestasi, sehingga ini perlu diwaspadai," ujar Lolly di Jawa Barat, Selasa (30/10/2018).

Dalam dimensi yang lain, menurut Lolly, meski Kabupaten Purwakarta masuk dalam kategori rawan-sedang, namun indeks kerawanannya tetap tinggi, misalnya dalam dimensi kampanye.

"Skor (indeks kerawanan) 0 sampai 30 itu rendah, 31 sampai 55 itu rawan-sedang. Purwakarta itu skornya 56, jadi rawan-sedang menuju tinggi, gampang chaos," kata dia.

Lolly mengatakan, IKP Pemilu 2019 juga membuat turunan dari empat dimensi utama menjadi 16 dimensi lainnya. Dalam 16 dimensi tersebut, ia mencontohkan, Kabupaten Bogor masuk dalam kategori rawan-tinggi soal hak pilih.

Contoh lainnya, kata Lolly, Kabupaten Bandung juga masuk dalam kategori rawan-tinggi soal daftar pemilih tetap (DPT). Kemudian, dalam dimensi ajudikasi, Kabupaten Cianjur juga masuk dalam kategori rawan-tinggi.

"Kita bisa lihat waktu Pemilu 2014, memang pelaksanaan pemilu di Cianjur itu kelabu soal ajudikasi," terang Lolly.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Landasan Penyusunan IKP 2019

KPU Sosialisasikan Alat Peraga dan Jadwal Kampanye 2019
PLH Ketua KPU Wahyu Setiawan (tengah) saat mensosialisasikan fasilitas alat peraga dan jadwal kampanye 2019 bagi peserta pemilu tingkat pusat di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (30/8). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Soal landasan penyusunan IKP 2019, Lolly menyebutkan, IKP 2019 mengacu pada data pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun-tahun sebelumnya dan pelaksanaan Pemilu 2014 di Jabar. Penyusunan IKP 2019, menurutnya, berlangsung sejak Juni-September 2018.

Hasil dari IKP 2019, kata Lolly, akan ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan pihak aparat keamanan, termasuk penyelenggara Pemilu 2019. Koordinasi dilakukan, khususnya terhadap daerah-daerah yang masuk dalam kategori rawan-tinggi.

"Daerah rawan-tinggi ini harus mendapatkan perhatian khusus, namun bukan berarti daerah rawan-sedang kita abaikan. Data ini diharapkan bisa dipergunakan oleh berbagai pihak untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk di Pemilu 2019," tandas Lolly.

Masih di tempat yang sama, anggota KPU Jabar Idham Holid menyambut baik IKP 2019 yang dipublikasikan Bawaslu Jabar. Dia menilai, IKP 2019 dapat menjadi peringatan dini untuk mencegah berbagai bentuk pelanggaran di Pemilu 2019.

"Kami memandang data ini penting, ini menjadi sistem peringatan dini dan menjadi motivasi bagi kami untuk pemilu berintegritas Jabar," kata Idham.

Dia berharap, masyarakat dan seluruh stakeholder di Jabar tak lantas puas dengan indeks kerawanan pelanggaran di Jabar yang masuk dalam kategori rawan-sedang.

"Bagi saya, hal ini perlu kita tingkatkan lagi, agar kerawanan ini kalau bisa menjadi di bawah satu digit dan terendah di Indonesia. Saya kira bisa, tinggal bagaimana komitmen kita mewujudkan pemilu berintegritas," pungkas Idham.

Penghitungan tingkat potensi kericuhan rawan-sedang Pemilu ini dikemas dalam sebuah Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 yang disusun melalui beberapa tahapan. Yakni, mengkonstruksi pelaksanaan Pemilu 2014, pilkada-pilkada untuk disandingkan dengan keserentakan Pemilu 2019.

Di tahap kedua yaitu melakukan simulasi terhadap instrumen, termasuk pembobotan faktor. Dan ketiga, penggalian data lapangan dan terakhir analisa laporan primordial. Dengan begitu, data yang kita digunakan adalah data lapangan.

 

Reporter : Aksara Bebey

Sumber  : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya